Jika gigi dan mental berhubungan erat, maka merawat mulut sejatinya bagian dari menjaga kesehatan jiwa. Tapi bukan berarti harus rumit---langkah-langkah sederhana bisa memulai perubahan besar.
Pertama, rawat mulut secara konsisten. Menyikat gigi dua kali sehari, flossing, dan menggunakan obat kumur antibakteri sebenarnya tindakan kecil tapi berpengaruh besar.Â
Kalau kamu memiliki kecenderungan stres atau depresi, usahakan jangan melewatkan rutinitas ini meski terasa sulit sekalipun.
Kedua, jadwalkan kontrol gigi secara rutin, bukan hanya ketika sakit. Ketika kamu bisa mencegah kerusakan awal, maka beban perbaikan di masa depan bisa lebih ringan.Â
Menurut lembaga kesehatan, hubungan antara kesehatan oral dan kesehatan mental cenderung meningkat ketika perawatan gigi terpadu dengan perawatan kesehatan mental (CDC).
Ketiga, jika kamu memiliki kondisi psikologis (stress berat, kecemasan, depresi), bicarakan dengan dokter atau tenaga kesehatan agar aspek mulut juga diperhatikan.Â
Ada pendekatan perawatan kesehatan terpadu yang menyertakan kesehatan gigi dalam perawatan mental (misalnya klinik kesehatan mental yang juga menyediakan layanan dental). University of Utah Healthcare
Keempat, bangun narasi positif terhadap senyum dan kesehatan mulut di masyarakat. Hindari stigma "gigi jelek berarti kurang rapi atau kurang peduli"---karena banyak orang yang terjebak dalam kondisi kompleks yang melewati batas fisik. Dengan cerita positif, kita bisa mendorong orang lain untuk lebih terbuka merawat dirinya sendiri tanpa malu.
Kelima, kalau kamu punya pengalaman unik atau "mitos gigi" dari keluarga/daerahmu, bagikanlah. Kadang mitos itu justru menjadi penghalang orang untuk mencari perawatan yang benar. Hadirkan kisah mitos itu dalam tulisanmu agar orang tercerahkan.
Menyatukan Senyum & Jiwa
Senyum bukan sekadar simbol kebahagiaan. Senyum sehat mengandung makna: tubuh yang dirawat, jiwa yang dihargai. Ketika gigi meradang, bukan hanya enamel yang terluka---batin pun bisa ikut goyah. Sebaliknya, ketika mental rapuh, perawatan mulut bisa jadi korban yang paling mudah diabaikan.
Karena itu, menjaga gigi bukan semata urusan estetika atau pencitraan. Ini adalah bentuk kasih pada diri sendiri---kesadaran bahwa tubuh dan pikiran terhubung, bahwa luka fisik bisa muncul dari ketidakharmonisan batin, dan bahwa merawat satu bagian dari tubuh berarti merawat seluruh manusia.