Pernahkah Anda bertemu dengan seseorang di kantor yang selalu punya kalimat manis untuk setiap situasi? Apa pun yang dikatakan atasan, jawabannya selalu penuh pujian.Â
Setiap kebijakan yang mungkin terasa berat bagi tim, diterimanya dengan senyum dan komentar positif seakan-akan tidak ada masalah sedikit pun. Awalnya mungkin kita mengira itu sikap ramah, sopan, atau bentuk komunikasi profesional.Â
Namun, lama-kelamaan, kita mulai merasa ada yang janggal. Semuanya terdengar terlalu manis, terlalu dipoles, sampai terasa menyesakkan.
Fenomena inilah yang sering disebut sugar coating. Istilah ini biasanya digunakan untuk menggambarkan cara berbicara yang terdengar manis, bahkan ketika kenyataan sebenarnya pahit.Â
Sama seperti obat pahit yang dilapisi gula agar lebih mudah ditelan, sugar coating dalam komunikasi di kantor bertujuan agar pesan diterima tanpa perlawanan. Namun, yang jadi masalah adalah ketika lapisan gula itu terlalu tebal hingga menutupi inti persoalan.Â
Alih-alih menyelesaikan masalah, sugar coating justru bisa menjadi jalan pintas yang menciptakan budaya toxic.
Sugar Coating sebagai Wajah Lain Komunikasi
Di permukaan, sugar coating mungkin terlihat tidak berbahaya. Bahkan sebagian orang menganggapnya sebagai bentuk ketrampilan komunikasi. "Lebih baik manis daripada kasar," begitu kira-kira alasannya.Â
Tidak salah memang, karena komunikasi yang efektif memang membutuhkan empati dan kemampuan menyampaikan pesan tanpa menyakiti. Namun, ketika setiap kalimat hanya dipenuhi basa-basi berlebihan, komunikasi kehilangan fungsinya yang paling penting: menyampaikan kebenaran.
Bayangkan dalam sebuah rapat, seorang karyawan mengusulkan ide yang jelas-jelas sulit untuk dijalankan. Semua orang dalam ruangan tahu ide itu bermasalah, tapi tidak ada yang berani mengatakan dengan jujur.Â
Yang terdengar justru komentar-komentar penuh pujian: "Wah, idenya luar biasa, Pak." "Keren sekali, saya setuju." "Brilian, tinggal kita jalankan saja." Akhirnya ide itu disetujui tanpa evaluasi matang. Ketika dieksekusi, barulah masalah muncul.