Keempat, penting untuk menempatkan tenaga ahli gizi atau petugas kesehatan di sekolah, setidaknya di sekolah-sekolah besar atau yang rawan kasus. Kehadiran mereka bisa menjadi buffer yang mengurangi beban guru.
Kelima, teknologi bisa dimanfaatkan. Misalnya dengan aplikasi pelaporan cepat, di mana sekolah bisa langsung melaporkan kondisi makanan setiap hari, disertai foto dan catatan, lalu diteruskan ke dinas terkait. Dengan begitu, pengawasan lebih terukur dan transparan.
Keenam, peraturan yang jelas harus dibuat. Apakah sekolah hanya sebagai penerima dan penghubung, ataukah mereka benar-benar pengawas? Dengan adanya kepastian hukum, beban tanggung jawab tidak lagi kabur.
Ketujuh, harus ada evaluasi rutin yang melibatkan sekolah sebagai aktor utama. Jangan sampai evaluasi hanya dilakukan di tingkat kementerian atau pemerintah daerah, tanpa mendengar suara guru dan kepala sekolah yang menghadapi realitas di lapangan.
Kedelapan, insiden keracunan harus dilihat bukan sekadar masalah lokal, tetapi alarm nasional. Jika ribuan anak bisa keracunan karena program negara, ini artinya ada celah serius dalam sistem yang harus segera ditutup.
Kesembilan, membangun budaya kebersihan di sekolah juga tak kalah penting. Anak-anak perlu dibiasakan cuci tangan sebelum makan, menggunakan wadah bersih, dan tidak berbagi makanan sembarangan. Peran sekolah di sini sebagai pendidik justru sangat strategis.
Penutup
Keracunan massal dalam program MBG adalah kenyataan pahit yang tidak bisa kita abaikan. Sekolah sering dijadikan garda depan, tetapi mereka tidak dibekali perangkat memadai untuk menjalankan peran itu. Jika kita benar-benar ingin sekolah menjadi pengawas, maka dukungan sistem, fasilitas, dan pengetahuan harus segera diberikan.
Sekolah bukan sekadar lokasi distribusi, tetapi juga tempat anak-anak belajar tentang hidup sehat. Namun, jangan sampai sekolah dipaksa menanggung beban terlalu berat. Tugas ini harus menjadi kerja bersama: pemerintah, orang tua, masyarakat, dan sekolah itu sendiri.
Pada akhirnya, pertanyaan ini harus terus kita ulang: mampukah sekolah jadi garda depan pengawasan MBG, ataukah mereka hanya dijadikan tameng dari kelemahan sistem yang lebih besar? Jawabannya ada pada langkah nyata yang kita ambil hari ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI