Beberapa hari terakhir Indonesia kembali diguncang oleh gelombang demonstrasi yang merebak di berbagai daerah. Sebagian aksi memang murni ekspresi rakyat menyuarakan pendapat, tetapi tidak sedikit pula yang berubah menjadi kerusuhan.Â
Di jalan-jalan, kita melihat halte Transjakarta dibakar, fasilitas MRT dirusak, dan berbagai sarana publik lainnya porak-poranda. Semua itu tentu menimbulkan rasa prihatin yang mendalam, terlebih ketika kita menyadari bahwa yang menjadi korban justru masyarakat kecil yang sehari-hari mengandalkan fasilitas tersebut untuk bekerja dan mencari nafkah.
Namun ada satu moda transportasi yang, syukurlah, relatif masih selamat dari amukan massa: kereta api. Baik commuter line yang setiap hari dipadati pekerja dari Bodetabek menuju Jakarta, maupun kereta jarak jauh yang menghubungkan kota-kota besar di Jawa dan Sumatra, tetap bisa beroperasi tanpa gangguan berarti.Â
Keberadaan kereta api di tengah situasi genting ini bukan hanya sekadar keberuntungan, melainkan sebuah pengingat bahwa moda transportasi ini memiliki posisi istimewa di hati rakyat kecil. Ia lebih dari sekadar sarana mobilitas, melainkan simbol keberlanjutan hidup, denyut nadi yang memastikan masyarakat kecil tetap bisa bekerja, tetap bisa pulang, tetap bisa menafkahi keluarga.
Kereta Api: Lebih dari Sekadar Moda Transportasi
Jika kita perhatikan, kereta api memiliki karakter unik dibandingkan moda transportasi lainnya. Jalurnya yang terbatas pada rel membuatnya lebih mudah diawasi dan lebih sulit dirusak secara spontan dalam kerusuhan. Tetapi bukan hanya faktor teknis itu yang menjadikan kereta api begitu penting.Â
Lebih dalam lagi, kereta api adalah moda transportasi yang paling akrab dengan kehidupan rakyat kebanyakan. Tiketnya relatif terjangkau, jaringannya luas, dan kapasitasnya mampu mengangkut ribuan orang sekaligus.
Bayangkan seorang pekerja yang tinggal di Bogor tetapi bekerja di Jakarta. Tanpa commuter line, biaya transportasinya bisa menghabiskan setengah dari gaji bulanan. Dengan kereta, ia bisa menekan ongkos, menyisakan sebagian untuk kebutuhan rumah tangga.Â
Begitu pula pedagang kecil yang membawa barang dagangan dari pinggiran kota ke pasar-pasar besar, atau mahasiswa dari daerah yang harus bolak-balik antara rumah kos dan kampus. Semua itu difasilitasi oleh kereta api yang setia mengantarkan mereka setiap hari.
Kereta api juga memiliki makna sosial yang istimewa. Di dalam satu gerbong, kita bisa menemukan berbagai lapisan masyarakat. Ada pegawai kantoran yang sibuk mengetik laporan di ponsel, ada ibu rumah tangga yang membawa belanjaan, ada pedagang kecil yang berangkat mencari peruntungan, hingga mahasiswa yang menyiapkan bahan presentasi.Â
Semua bercampur dalam satu ruang yang sama, tanpa sekat kelas yang terlalu mencolok. Di situ kita melihat wajah asli Indonesia: beragam, ramai, penuh dinamika, tetapi tetap bergerak ke arah yang sama.