Dari jalanan ke istana, lalu ke ruang pemeriksaan, jalan politik Noel adalah puisi getir tentang rapuhnya integritas. Namun kisah ini belum harus menjadi akhir. Ia bisa jadi peringatan, agar relawan lain, generasi lain, memilih tetap setia pada suara rakyat, bukan pada bisikan kekuasaan. Hanya dengan itu, demokrasi akan tetap bernyawa.
Kabar penangkapan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer oleh KPK sontak mengguncang ruang publik. Operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Kamis, 21 Agustus 2025, bukan hanya mengamankan uang dalam jumlah besar, tetapi juga menyita puluhan mobil mewah dan sebuah motor Ducati.Â
Fakta ini memunculkan ironi besar, sebab sosok yang akrab disapa Noel selama ini lebih dikenal sebagai aktivis dan relawan politik yang lantang menyuarakan idealisme.
Kontras itu sulit diabaikan. Noel yang dulu berdiri di garis depan demonstrasi, menyuarakan aspirasi rakyat dengan penuh semangat, kini harus berhadapan dengan tuduhan pemerasan terhadap perusahaan. Ia yang dahulu tampak begitu dekat dengan rakyat, kini justru dilihat publik sebagai pejabat yang memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri.Â
Dari jalanan ke ruang kekuasaan, lalu ke ruang pemeriksaan KPK, jalan politik Noel seolah lengkap sebagai sebuah lingkaran ironis.
Pertanyaan pun mengemuka: bagaimana bisa seorang relawan yang tampil dengan semangat idealisme berubah menjadi bagian dari lingkaran korupsi? Apakah ini sekadar kasus individu, atau justru mencerminkan krisis etika yang lebih luas dalam demokrasi kita?
Noel dan Jalan Politik RelawanÂ
Untuk menjawabnya, kita perlu melihat perjalanan panjang Noel sebagai seorang aktivis dan relawan. Immanuel Ebenezer tidak datang dari jalur birokrat karier atau politisi partai yang menempuh kaderisasi panjang. Ia muncul dari dunia aktivisme, dari jalanan, dari forum-forum diskusi, dan dari pergerakan yang awalnya mengusung suara rakyat.Â
Dari situlah kemudian ia mendirikan dan memimpin Jokowi Mania, salah satu organ relawan paling vokal pada masa pemerintahan Presiden Jokowi.
Sebagai ketua relawan, Noel dikenal dengan gaya komunikasinya yang keras, kadang kontroversial, tetapi efektif mencuri perhatian publik. Ia tidak segan melontarkan kritik, bahkan kepada pemerintahan yang ia dukung, jika merasa kebijakan yang diambil menyimpang dari idealisme awal. Sikapnya itu membuat Jokowi Mania tampil berbeda dari kelompok relawan lain yang lebih lunak atau hanya sekadar menjadi barisan pendukung tanpa suara kritis.
Di mata banyak orang, Noel adalah gambaran aktivis yang berhasil menembus panggung politik nasional. Ia berangkat dari jalanan, kemudian masuk ke lingkar kekuasaan. Dari relawan, ia melesat menjadi komisaris utama di BUMN PT Mega Eltra.Â
Dari sana, karier politiknya semakin menanjak ketika ia diangkat sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan. Lonjakan karier semacam itu tentu tidak lepas dari pengaruh posisinya sebagai pemimpin relawan yang punya kedekatan dengan pusat kekuasaan.