Akses ke sumber air hujan juga menjadi kendala. Di rumah tapak, kita bisa dengan mudah memasang talang di tepi atap. Di apartemen, atap biasanya milik bersama dan air hujan langsung dialirkan ke saluran vertikal gedung. Artinya, kita hanya bisa memanfaatkan air yang langsung jatuh di area balkon kita, dan jumlahnya tentu terbatas.
Tantangan berikutnya adalah masalah kebersihan air. Air hujan yang langsung jatuh ke balkon bisa bercampur dengan debu, kotoran burung, atau polusi udara yang menempel di permukaan bangunan. Jika tidak difilter dengan baik, air tersebut tidak layak digunakan untuk minum atau memasak. Bahkan untuk keperluan non-konsumsi, kualitasnya tetap harus diperhatikan agar tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang nyamuk.
Tidak semua balkon dilengkapi sistem pembuangan yang ideal. Ada balkon yang hanya memiliki lubang kecil sebagai saluran keluar air. Saat kita menempatkan wadah besar, ada risiko air meluap atau menggenang jika hujan deras, yang pada akhirnya bisa menimbulkan masalah kelembapan atau kebocoran ke unit lain.
Bagi penghuni apartemen tinggi, arah dan intensitas hujan juga menjadi tantangan. Kadang hujan datang dari arah yang tidak mengenai balkon sama sekali, terutama jika balkon berada di sisi yang terlindung. Akibatnya, frekuensi "panen" air hujan bisa tidak menentu, sehingga kita perlu strategi khusus untuk memaksimalkan setiap kesempatan hujan yang datang.
Masalah estetika juga sering jadi alasan penolakan. Balkon apartemen biasanya terlihat dari luar, dan penampungan air yang terlalu mencolok dianggap mengurangi nilai visual bangunan. Bagi sebagian penghuni, tampilan yang "berantakan" membuat mereka enggan mencoba.
Selain itu, ada juga faktor psikologis. Banyak orang yang tinggal di apartemen terbiasa dengan kenyamanan fasilitas yang serba praktis. Ide untuk menampung air hujan, memfilter, dan menggunakannya kembali bisa terasa seperti pekerjaan ekstra yang merepotkan. Mengubah kebiasaan ini memerlukan motivasi dan kesadaran yang cukup tinggi.
Tidak kalah penting, tantangan lain adalah minimnya referensi lokal. Kebanyakan panduan panen air hujan yang ada di internet dibuat untuk rumah tapak. Sementara itu, solusi khusus untuk apartemen masih jarang dibahas. Akibatnya, penghuni sering bingung harus memulai dari mana dan menggunakan peralatan apa.
Meskipun tantangan-tantangan ini nyata, bukan berarti mereka tak bisa diatasi. Justru dengan memahami kendala-kendala tersebut, kita bisa merancang sistem panen air hujan yang sesuai dengan kondisi apartemen. Kuncinya adalah kreativitas, kesabaran, dan komunikasi yang baik dengan pengelola gedung serta tetangga sekitar.
Solusi & Inovasi
Tantangan panen air hujan di apartemen memang banyak, tetapi justru di situlah peluang untuk berkreasi muncul. Tidak semua solusi harus rumit atau mahal. Bahkan, banyak cara sederhana yang bisa kita lakukan dengan memanfaatkan ruang kecil di balkon tanpa melanggar aturan gedung.
Salah satu ide yang cukup populer di kalangan pegiat urban sustainability adalah menggunakan penampung vertikal. Bentuknya mirip lemari tipis yang menempel di dinding atau pagar balkon, tetapi isinya adalah tangki air. Desain vertikal ini memungkinkan kita menampung 20--50 liter air tanpa memakan banyak tempat. Karena ramping, tangki bisa disamarkan dengan dekorasi tanaman atau screen bambu agar tetap estetik.
Untuk mengalirkan air hujan ke wadah, kita bisa memakai sistem talang portabel. Talang ini tidak dipasang permanen, melainkan bisa dibongkar pasang saat hujan datang. Bahannya sederhana---pipa PVC ringan atau selang fleksibel yang diarahkan dari tepi balkon ke mulut penampung. Setelah hujan reda, talang bisa disimpan kembali. Cara ini aman karena tidak mengubah struktur bangunan dan meminimalkan risiko air menetes ke unit bawah.