Di awal tahun 2025, banyak orang mulai berbicara tentang masa depan yang semakin dekat dengan gambaran yang dulunya hanya muncul dalam cerita fiksi ilmiah. Bill Gates, salah satu tokoh teknologi paling berpengaruh di dunia, mengatakan bahwa dalam sepuluh tahun ke depan, kecerdasan buatan (AI) akan mengambil alih sebagian besar pekerjaan manusia, termasuk peran guru di sekolah dan dokter di rumah sakit.Â
Pernyataan ini langsung mengundang reaksi, bukan hanya dari kalangan ilmuwan dan pelaku industri teknologi, tetapi juga dari para pendidik, tenaga kesehatan, orang tua, hingga anak-anak muda yang tengah mempersiapkan masa depan mereka.
Apa sebenarnya yang sedang kita hadapi? Teknologi AI memang telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Mesin sudah bisa menulis esai, memberikan saran medis berdasarkan data kesehatan pengguna, hingga mengajarkan materi pelajaran dalam berbagai bahasa.Â
Dengan chatbot berbasis AI, anak-anak bisa mendapatkan jawaban instan untuk soal-soal matematika atau sejarah, bahkan dengan penjelasan yang personal sesuai tingkat pemahaman mereka.Â
Di bidang kesehatan, alat berbasis AI dapat menganalisis gejala penyakit dan memberikan rekomendasi tindakan medis hanya dalam hitungan detik. Semuanya terasa menakjubkan sekaligus menegangkan.
Kemajuan seperti ini tidak bisa dianggap sepele. Ia membuka peluang besar untuk mengurangi kesenjangan akses terhadap layanan pendidikan dan kesehatan, terutama di daerah-daerah yang selama ini kekurangan tenaga profesional.Â
AI bisa hadir di layar ponsel atau komputer, memberikan layanan selama 24 jam tanpa lelah dan tanpa menuntut upah. Dalam bayangan Gates, kelangkaan tenaga profesional akan segera tergantikan oleh "kecerdasan bebas", sesuatu yang tersedia secara massal dan murah.Â
Namun di tengah semua keajaiban ini, kita perlu bertanya: jika semua bisa dilakukan oleh mesin, maka apa yang tersisa untuk manusia?
Pertanyaan ini bukan bentuk ketakutan yang berlebihan, tetapi justru undangan untuk merenung lebih dalam tentang posisi kita di tengah arus perubahan. Sebab yang sedang terjadi bukan sekadar revolusi teknologi, tapi juga pergeseran besar dalam struktur sosial, makna pekerjaan, dan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri.
Empati dan Kehangatan yang Tak Bisa Diajarkan Mesin
Banyak yang percaya bahwa meskipun AI dapat menggantikan tugas-tugas teknis, ada satu hal yang tetap tidak bisa dikuasainya, yaitu: empati. Guru bukan hanya orang yang menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga pendamping dalam perjalanan tumbuh kembang siswa.Â