Beberapa tahun terakhir, satu nama game digital terus muncul di antara percakapan anak-anak dan orangtua, yakni: Roblox. Platform permainan daring ini memungkinkan penggunanya untuk menjelajahi berbagai dunia virtual, membuat gim sendiri, dan berinteraksi dengan pemain lain dari seluruh dunia.Â
Sekilas, tampilan Roblox tampak sederhana, bahkan agak "kotak-kotak", tidak semulus visual gim-gim modern lainnya. Namun justru di situlah letak kekuatannya: Roblox memfasilitasi kreativitas dan kebebasan berekspresi yang luar biasa luas.Â
Anak-anak bisa menjadi apa saja dan berada di mana saja. Dari sekadar memainkan karakter lucu yang berlari-lari, hingga membangun dunia mereka sendiri dari nol.
Namun, popularitas Roblox juga membawa tantangan tersendiri bagi keluarga. Game ini bukan hanya permainan anak-anak biasa, melainkan dunia paralel yang bisa sangat kompleks dan memikat.Â
Dalam banyak kasus, Roblox menjadi semacam "pintu masuk" anak ke dunia digital yang sebenarnya: tempat mereka belajar tentang komunikasi, interaksi sosial, kompetisi, bahkan ekonomi digital.Â
Tetapi di saat yang sama, orangtua mulai menyadari bahwa ada sisi-sisi gelap yang perlu diwaspadai---dari konten kekerasan, percakapan vulgar, hingga kemungkinan anak terekspos oleh pengguna dewasa yang tidak bertanggung jawab.
Di tengah semua ini, muncullah ketegangan di dalam rumah tangga. Anak-anak yang ingin bermain selama mungkin, merasa dunia virtual mereka adalah tempat pelarian dan hiburan.Â
Sementara itu, orangtua, dengan kekhawatiran yang berlapis, mencoba menarik kembali anak ke dunia nyata. Dari sinilah konflik mulai tumbuh, perlahan tapi konsisten, menjadikan Roblox bukan hanya urusan layar ponsel, melainkan bagian dari dinamika emosional keluarga.
Banyak orangtua mengeluhkan perubahan sikap anak sejak mengenal Roblox. Misalnya, anak yang dulu mudah diajak ngobrol mendadak menjadi lebih senang menyendiri. Atau anak yang tadinya aktif bermain di luar rumah, kini betah berlama-lama menatap layar dengan headset menyala.Â
Di beberapa rumah, konflik muncul saat orangtua meminta anak berhenti bermain, tapi sang anak menolak karena sedang dalam "misi penting" atau "tengah lomba bareng teman". Tidak sedikit pula yang sampai mengalami pertengkaran emosional, hingga anak menangis atau mengamuk karena tidak bisa mengakses Roblox akibat koneksi dimatikan.