Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kota dan Krisis Koneksi Sosial

31 Juli 2025   16:21 Diperbarui: 31 Juli 2025   16:21 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kesepian. (Sumber: cosmopolitan.co.id/Freepik)

Di balik gemerlap lampu kota, jalan yang selalu sibuk, dan gedung pencakar langit yang terus bertambah, ada satu hal yang semakin hilang, yakni: rasa terhubung antar manusia. 

Kota yang seharusnya menjadi tempat bertemunya banyak orang justru menjelma jadi ruang yang memisahkan. Di tempat-tempat di mana orang-orang hidup berdempetan satu sama lain, perasaan kesepian justru tumbuh dengan subur. 

Fenomena ini bukan hanya dirasakan oleh mereka yang tinggal sendiri, tapi juga oleh orang-orang yang setiap hari berinteraksi dengan banyak orang tanpa benar-benar merasa dikenal atau dimengerti.

Hari ini, kesepian telah menjadi isu global. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa satu dari enam orang di dunia mengalami kesepian kronis. 

Bahkan, di sejumlah negara, kesepian telah dianggap sebagai krisis kesehatan masyarakat. Namun, pembicaraan soal kesepian sering kali terjebak pada ranah psikologis dan personal. 

Padahal, faktor-faktor lingkungan juga punya peran besar dalam menciptakan atau mencegah perasaan terasing ini. Salah satu penyebab yang jarang dibahas secara mendalam adalah desain kota itu sendiri.

Ketika Kota Tak Lagi Didesain untuk Bertemu

Jika kita berjalan di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Medan, akan mudah sekali menemukan gedung-gedung tinggi, jalan layang, mal besar, dan perumahan berpagar tinggi yang membentuk sekat antara satu ruang dengan ruang lainnya. 

Namun, akan semakin sulit menemukan ruang terbuka publik yang nyaman dan aman untuk berlama-lama, terutama yang ramah untuk anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas. 

Ruang-ruang sosial yang dulu begitu alami dalam bentuk halaman rumah, warung tetangga, atau pos ronda kini digantikan oleh pagar tinggi dan kamera pengawas. Keamanan fisik menjadi prioritas, sementara keamanan sosial---rasa saling percaya dan kebersamaan---semakin terpinggirkan.

Desain kota modern kerap terlalu fokus pada efisiensi dan ekonomi, tapi melupakan aspek emosional dan sosial. Kota menjadi ruang fungsional: orang pergi kerja, pulang, belanja, dan istirahat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun