Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Siapa yang Mengendalikan Narasi Sejarah?

26 Juli 2025   07:50 Diperbarui: 26 Juli 2025   06:44 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga, urgensi dan timeline proyek memperkuat kekhawatiran tentang manipulasi. Dengan tenggat waktu penyelesaian dalam waktu kurang dari satu tahun untuk menghasilkan 10 jilid dan sekitar 5.000 halaman naskah sejarah nasional baru, dikhawatirkan ketajaman analisis dan kedalaman dokumentasi tertekan oleh target politik.

Kritik menyebut metode ini terburu-buru dan kurang transparan, tidak selayaknya menyusun narasi identitas nasional yang kompleks.

Keempat, fakta bahwa sebagian peristiwa penting---seperti pelanggaran HAM berat, penculikan aktivis reformasi 1998, dan mimpi perempuan dalam sejarah perjuangan---berpotensi direduksi atau dikecilkan dari naskah utama adalah sinyal bahaya.

Misalnya, pernyataan Fadli Zon yang meragukan adanya pemerkosaan massal pada Mei 1998 sehari setelah menyebut fakta ini tidak kuat telah memicu protes keras dari berbagai pihak.

Kelima, walaupun DPR menetapkan tim supervisi dan ada rencana uji publik, struktur kontrol tetap didominasi oleh elit politik.

Jika kontrol narasi tetap di tangan penguasa, sementara publik hanya diundang setelah draft hampir selesai, maka kontrol sejarah tetap parsial dan eksklusif. Sejarah tidak boleh menjadi milik satu rezim; ia harus menjadi milik rakyat, bangsa, dan kebenaran.

Sejarah terbaik adalah sejarah yang ditulis dengan integritas, keberanian mengungkap fakta kelam, menghormati keragaman perspektif, dan menjadikan masyarakat sebagai bagian dalam prosesnya.

Sejarah yang ditulis dari atas, tanpa partisipasi publik dan ketajaman ilmiah, bukan memperbarui narasi---tetapi justru menutup ruang kreativitas sejarah bangsa.

Akhir kata, narasi sejarah bukan alat legitimasi kekuasaan, melainkan fondasi demokrasi. Siapa mengendalikan narasi sejarah, maka ia berpeluang membentuk cara generasi mendatang memahami masa lalu dan menentukan arah masa depan.

Sejarah bukan milik pemerintah; ia milik rakyat, korban, generasi muda. Narasi sejarah yang sehat lahir dari keseimbangan antara otoritas ilmiah dan kontrol rakyat. Tanpa itu, sejarah tidak hanya ditulis ulang---ia sedang dihapus ulang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun