Di balik keterbatasan hidup, anak-anak marjinal sebenarnya punya harapan yang sangat sederhana. Mereka ingin sekolah, ingin bermain, ingin makan dengan cukup, dan ingin merasa aman.Â
Mereka ingin orang dewasa mendengarkan cerita mereka. Mereka ingin punya masa depan yang lebih baik.
Anak-anak ini tidak minta untuk dikasihani. Mereka hanya ingin diberi kesempatan yang sama. Saat kita merayakan Hari Anak Nasional, harapan mereka adalah agar peringatan itu benar-benar membawa perubahan.Â
Perubahan yang nyata, bukan hanya dalam bentuk baliho atau spanduk, tapi dalam bentuk tindakan dan kebijakan yang berpihak.
Misalnya, pemerintah bisa mulai dari hal sederhana seperti memastikan bahwa semua anak punya akta kelahiran. Ini penting karena tanpa akta, anak akan kesulitan mendapat hak-haknya.Â
Pemerintah juga bisa memastikan bahwa program bantuan sosial menjangkau keluarga miskin yang memiliki anak usia sekolah. Anak-anak bisa diberikan beasiswa, makanan bergizi, dan dukungan psikologis jika mereka mengalami kekerasan.
Komunitas juga punya peran besar. Banyak komunitas di kota-kota besar yang telah membentuk rumah belajar atau rumah singgah untuk anak jalanan. Di tempat seperti ini, anak-anak bisa belajar, bermain, dan mendapat perhatian.Â
Tentu saja, dukungan dari pemerintah sangat dibutuhkan agar komunitas ini bisa bertahan dan berkembang.
Media juga bisa menjadi jembatan penting. Cerita tentang anak-anak marjinal harus lebih sering muncul di media, bukan hanya saat ada peringatan atau bencana. Masyarakat perlu tahu bahwa masih banyak anak yang belum merasakan arti kemerdekaan dan perlindungan.
Sekolah juga harus terbuka dan inklusif. Masih banyak sekolah yang menolak anak-anak dari latar belakang tertentu karena alasan administratif atau ekonomi.Â
Padahal, pendidikan adalah hak semua anak. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang menyambut semua anak, apapun latar belakang mereka.