Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Apakah Kota Jakarta Masih Layak Dihuni?

3 Juli 2025   13:22 Diperbarui: 4 Juli 2025   07:57 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski situasinya tampak suram, kota tidaklah entitas yang statis. Kota adalah organisme hidup yang bisa dibentuk ulang oleh warganya sendiri---asal ada kemauan politik dan kesadaran kolektif.

Solusi jangka pendek seperti penggunaan masker, pembatasan kendaraan di hari tertentu, dan peningkatan kesadaran publik melalui kampanye AQI tentu penting. Namun, semua itu bersifat kuratif, bukan preventif. Kota membutuhkan strategi struktural:

  • Pembangunan ruang hijau mikro dan vertikal di permukiman padat.
  • Reformasi tata kota agar kawasan industri tidak berdekatan dengan permukiman.
  • Inovasi energi bersih dan transportasi publik ramah lingkungan.
  • Monitoring dan transparansi data emisi industri secara real time.

Selain itu, partisipasi warga dalam menyuarakan hak atas udara bersih menjadi krusial. Platform komunitas, media, hingga inisiatif warga dapat menekan pemerintah untuk bertindak lebih cepat dan terukur.

Penutup

Ketika pertanyaan "Apakah kota kita masih layak dihuni?" diajukan, maka jawabannya tidak bisa hanya dilihat dari sisi fasilitas atau indeks ekonomi. Kota yang layak bukan sekadar tempat tinggal, melainkan tempat tumbuh dan hidup secara bermartabat.

Jika udara yang kita hirup setiap hari membuat anak-anak sulit bernapas, jika langit terus tertutup kabut polusi, dan jika solusi yang diambil hanya menambal kerusakan tanpa membenahi akarnya, maka mungkin kita tidak sedang tinggal di kota---melainkan bertahan hidup di dalamnya.

Namun harapan belum sepenuhnya hilang. Kota masih bisa diselamatkan, selama kita tidak menganggap krisis ini sebagai "normal baru." 

Dibutuhkan keberanian untuk mendesain ulang ruang urban, tidak hanya dari sisi teknis, tetapi juga dari nilai kemanusiaan yang mengutamakan hak dasar: bernafas tanpa takut.

Saatnya mengubah narasi dari "beradaptasi dengan polusi" menjadi "menuntut kota yang adil dan berkelanjutan." Karena kota bukan hanya bangunan dan jalanan, tetapi tentang orang-orang di dalamnya---dan mereka layak hidup sehat.

Oleh: Julianda Boang Manalu

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun