Saat ini, stakeholder semacam Pegadaian, komunitas relawan, hingga individu yang paham bisnis sosial tengah merumuskan "skema emas amal" yang lebih terorganisir.Â
Bayangkan strategi dengan menabung emas otomatis akan dialokasikan 10% sebagai dana sosial, sisanya 90% untuk aset pribadi.Â
Tabungan itu bisa "diproduk" sebagai partisipasi kolektif terhadap proyek pemberdayaan atau lingkungan. Misalnya, dana 10% dari 10.000 user dikumpulkan tiap bulan, lalu digunakan untuk membangun sumur di desa-desa.Â
Dengan begitu, #mengEMASkanIndonesia bukan sekadar tagline, tapi gerakan nyata skala rakyat.
Emas dan Literasi Keuangan: Sinergi Menuju Kedewasaan Sosial
Bagian penting dari keberhasilan program adalah pendampingan lewat literasi. Menabung emas butuh pemahaman nilai, kurs, penyimpanan, serta keamanan.Â
Pegadaian punya program literasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, terutama di daerah terpencil. Mengedukasi ibu rumah tangga, pelajar, dan UMKM soal pentingnya diversifikasi aset---termasuk emas.Â
Dan, ketika informasi sudah matang, mereka bisa memilih antara menabung, mencairkan untuk kebutuhan penting, dan tak kalah penting---menyisihkan untuk kontribusi sosial.
Proses ini mendidik budaya "lebih dari diri sendiri." Menjadi dewasa secara finansial berarti bisa mengatur prioritas, diri sendiri terlebih dahulu, keluarga, lalu lingkungan.Â
Momentum saat ini adalah peluang besar. Emas, di tengah inflasi global dan perlambatan ekonomi, tetap menjadi aset favorit.Â
Namun di Indonesia, emas harus bergerak dari ruang pribadi ke ruang publik.Â
Nasabah Pegadaian yang menabung lewat platform digital bisa diberikan pilihan, seperti: "Dana ini akan disisihkan sebesar X untuk kontribusi sosial."Â