CV Sederhana, Dampak Luar Biasa: Saat yang 'Biasa' Justru Dilirik HRD
Oleh: Julianda BM
Beberapa hari lalu, linimasa media sosial kembali ramai. Seorang HRD mengunggah tangkapan layar sebuah CV yang ia anggap "tidak niat". CV itu polos, nyaris tanpa desain, dan menggunakan bahasa yang terkesan terlalu santai.Â
Unggahan tersebut menuai berbagai komentar. Ada yang menertawakannya, ada yang merasa empati, dan tak sedikit yang jadi merasa cemas: "Apakah CV gue juga seburuk ini?"
Fenomena ini bukan yang pertama. Dalam era digital yang dipenuhi template CV warna-warni dan desain infografis yang memukau, CV sederhana sering kali dianggap 'malas' atau 'tidak niat'.Â
Namun, benarkah demikian? Apakah sebuah CV harus selalu penuh warna, ikon, dan font kekinian agar mendapat perhatian HRD?
Pertanyaan ini seharusnya menjadi titik refleksi bagi para pencari kerja. Terlalu banyak pelamar yang terjebak dalam paradigma bahwa tampilan luar lebih penting daripada isi dalam.Â
Padahal, dalam proses seleksi yang cepat dan ketat, HRD justru lebih menghargai kejelasan, keterbacaan, dan fokus informasi.
Bayangkan ini: seorang HR membaca 100 CV dalam sehari. Apakah mereka akan punya waktu untuk mengapresiasi gradasi warna pastel di latar belakang CV-mu? Atau animasi kecil di bagian header-nya?Â
Kemungkinan besar tidak. Yang mereka cari adalah jawaban cepat atas satu pertanyaan penting: "Apakah orang ini cocok untuk posisi yang saya cari?"
Inilah saatnya kita mendobrak mitos: CV tidak harus rumit untuk jadi efektif. Justru, CV yang terlalu ramai bisa mengaburkan informasi penting. HRD bukan desainer grafis. Mereka bukan sedang mencari karya seni. Mereka mencari kandidat terbaik.