Mohon tunggu...
Lora
Lora Mohon Tunggu... -

Membaca membuat pintar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menyoal Dangkal Pikir Menteri Agraria

1 April 2016   01:29 Diperbarui: 1 April 2016   10:27 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Kompasiana istilah sesat pikir sangat familiar bagi kita yang menjadikan blog ini sebagai salah satu referensi share opini dan reportase, sedangkan istilah dangkal pikir kemungkinan adalah istilah yang jarang digunakan disini, namun untuk kasus kali ini rasanya tidak berlebihan dan terasa cukup tepat bagi saya untuk menggunakannya sebagai judul artikel.

Lebih kurang seminggu yang lalu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan akan memotong masa Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan dari 30 tahun menjadi tujuh tahun sebagaimana diulas di www.mediaindonesia.com & www.Lintasnusantara.co.id dengan Judul : HGU bakal Dipangkas Jadi 7 Tahun yang release tanggal 26 Maret 2016 lalu.

Disinilah dangkal pikirnya sang Menteri, kelihatan statementnya yang menjadi tema utama judul diatas sebagai sebuah gambaran minimnya kemampuan dan penguasaan yang bersangkutan terhadap tata aturan dan regulasi yang cenderung saling mengait antara yang satu dengan yang lainnya, namun karena pada level yang sama regulasi ini kerapkali saling mengikat.

Statement yang dangkal pikir jika disampaikan oleh orang awam mungkin mudah bagi kita untuk memakluminya, namun ketika statement dangkal pikir dilontarkan oleh aparatur negara atau pejabat, apalagi seorang Menteri yang notabene setingkat dibawah Presiden, maka kekeliruan yang menyiratkan kedangkalan pikir ini semestinya disikapi dengan klarifikasi baik langsung atau tidak dengan cara yang elegan.

Dan ajaibnya, saya tunggu selama hampir satu minggu ini statement tersebut tidak diklarifikasi dan juga tidak dibantah oleh pihak-pihak yang mungkin berpotensi akan dirugikan. Sehingga tidak ada salahnya sebagai penikmat apa yang disajikan media, kali ini mari cermati hal-hal yang membuat pernyataan-pernyataan si Menteri ini membuat dia masuk kategori Pejabat Dangkal Pikir, ini dia :

Pernyataan Pertama :

“Kita akan evaluasi pemanfaatan HGU bagi masyarakat. HGU yang biasanya 30 tahun akan diusulkan menjadi hanya tujuh tahun. Sebab dalam kurun tujuh tahun, pengusaha sawit sudah memperoleh BEP (break event point atau balik modal)”. Pernyataan ini menjadi dangkal pikir, karena :

a. Kebijakan ini menjadi kontra produktif dan berpotensi merusak iklim investasi karena hal ini akan menciptakan ketidakpastian usaha. Jika si Menteri memahami proses untuk mendapatkan HGU bukanlah pemberian secara langsung dari negera, maka mungkin yang bersangkutan dapat menahan diri atas statement tersebut. Secara tata aturan main, untuk mendapatkan HGU dibutuhkan banyak tahap yang memakan biaya, waktu dan kesungguhan dari para Pengusaha.

Secara singkat sebelum mendapatkan HGU investor harus mendapatkan dukungan masyarakat, izin prinsip, izin lokasi, lalu dilanjutkan dengan proses pelepasan hak atas tanah dan tanam tumbuh yang ada diatas areal yang diplot menurut izin lokasi. Proses pelepasan hak ini dilakukan dengan membayarkan ganti rugi atas tanah dan tanam tumbuh yang dimiliki oleh masyarakat yang menguasai lahan tersebut. Setelah proses ini telah dilaksanakan, berdasarkan akta pelepasan hak dari masyarakat ini, maka perusahaan secara simbolis dan administratif menyerahkan kembali areal ini sebagai lahan yang dikuasai langsung oleh Negara, untuk kiranya dapat diberikan HGU kepada perusahaan dimaksud pada proses-proses selanjutnya.

b. Melihat point A diatas, maka perusahaan perkebunan sebelum melakukan penanaman pada areal dimaksud butuh waktu yang cukup panjang untuk mendapatkan HGU tersebut, bahkan ada yang sampai tiga tahun lamanya, pada titik ini investasi telah ditanamkan oleh investor (singkatnya mendapatkan HGU itu bukan pemberian gratis pak Menteri, karena HGU itu adalah investasi yang terukur).

Dangkal pikir si Menteri semakin dalam ketika menyatakan bahwa pengusaha sawit telah BEP (Break Event Point) alias balik modal hanya dalam jangka tujuh tahun, yang saya artikan 7 tahun setelah mulai menanam, tahukah si Menteri tentang kelapa sawit? berapa tahunkah kelapa sawit mulai menghasilkan? Tahukah si Menteri berapa nilai investasi per ha perkebunan kelapa sawit?

[caption caption="sumber: mediaindonesia.com"][/caption]

Dalam pernyataannya Menteri APR menyatakan bahwa hal ini sedang digodok oleh para ekonom-ekonomnya, pertanyaan saya ekonomnya siapa? Ekonom yang mana? Ataukah ekonomi-ekonomi dari NGO?

Pada artikel ini saya tidak akan menjelaskan point dangkal pikir sang menteri perihal wawasannya terhadap statement yang disampaikannya diatas, silakan pak Menteri berdiskusi dengan ekonom-ekonomnya tersebut, pertimbangkanlah dengan baik dan jangan menciptakan ketidakpastian usaha di negara kita ini, apalagi Industri kelapa sawit adalah merupakan salah satu Industri strategis bangsa ini.

c. Sebagai Menteri Agraria, dangkal pikir pak Menteri semakin mencolok, tanpa update data yang benar terhadap bidang yang dibawahinya, karena setahu saya banyak negara lain untuk menarik investasi bahkan menawarkan jangka waktu penggunaan lahan negara untuk investasi sampai 60 tahun bahkan ada yang 100 tahun (silahkan pak Menteri study banding di google, biar hemat). Kenapa hal ini dilakukan, karena hal ini adalah salah satu cara meningkatkan daya saing untuk menarik minat investor berinvestasi.

d. Selain itu agar kiranya pak Menteri dapat menimbang dan memahami posisi HGU itu bukan hanya sebagai Legalitas Penguasaan lahan semata, tapi juga merupakan tools dalam mendapatkan dukungan dana investasi dari perbankan yang notabene merupakan salah satu instrument menjaga pertumbuhan ekonomi yang baik. Sehingga jika salah mengambil kebijakan yang membuat HGU menjadi tidak Bankable lagi, maka secara tidak langsung hal ini sama dengan menghambat pembangunan nasional bangsa kita.

e. Ketika umur HGU menjadi sangat pendek, hal ini “mungkin” dapat menimbulkan potensi merusak “moral hazard” pejabat yang berwenang dalam memberikan perpanjangan HGU. Apabila hal ini sampai terjadi maka dikuatirkan akan menciptakan kembali point baru ekonomi biaya tinggi.

Pernyataan Kedua :

“Jadi, jika di lahan HGU terdapat masyarakat yang sudah hidup selama 10 tahun, maka lahan yang mereka gunakan harus diikhlaskan untuk perkampungan. Begitupun hak atas adat. Kami ikhlaskan seluas yang mereka miliki”.

a. Dangkal pikir seperti apa yang sedang disampaikan oleh pak Menteri ketika menyampaikan pernyataan diatas, karena sangat umum pada perkebunan-perkebunan besar baik nasional ataupun BUMN sama-sama kita ketahui, banyak sekali karyawan yang bergantung hidup dan bertempat tinggal bahkan sampai lebih dari 10 tahun diareal penguasaan HGU tersebut, apakah pak Menteri ingin menciptakan Konflik-konflik yang tidak perlu? Karena peluang untuk mengklaim oleh oknum-oknum masyarakat akan menjadi lebih terbuka akibat kebijakan ini.

Tahukah pak Menteri berapa juta jiwa yang secara langsung berada dalam range kesejahteraan industri ini? Berapa banyak masyarakat sekitar yang turut tumbuh bersama industri ini? Berapa luas cakupan mata rantai ekonomi yang diciptakan industri ini?

b. Jika point A diatas tidak pak Menteri pahami secara arif, maka pembangunan perkebunan yang berkelanjutan sesuai amanat UU Perkebunan, Permentan dan regulasi lainnya hanyalah sebuah mimpi kosong tanpa kejelasan yang nyata. Apakah pak Menteri yakin industri strategis yang besar ini, dikecilkan menjadi potongan-potongan sertifikat personal yang dikuasai oleh orang perorang?

Ataukah ada agenda merubah regulasi tentang penguasaan pribadi terhadap sertifikat hak milik yang selama ini dibatasi hanya boleh 20 lembar sertifikat dengan maksimal luas 200 Ha? Wow, jika demikian negara akan benar-benar kehabisan hak realnya terhadap bumi yang merupakan warisan bagi anak cucu bangsa ini.

Intinya marilah pak Menteri untuk tidak dangkal pikir ketika menyampaikan kebijakan-kebijakan semacam ini kehadapan publik, karena usaha perkebunan dan agroindustri dalam hal ini kelapa sawit adalah salah satu industri strategis bangsa ini, yang tidak semua negara miliki sebagai salah kekuatan ekonomi baik dimasa sekarang ini, maupun dimasa yang akan datang sebagai salah satu sumber bio energi terbarukan bagi bangsa kita.

Akhirnya marilah berharap pak Jokowi selaku Presiden dapat memberikan arahan kepada pak Menteri agar jangan sampai menjadi martir kehancuran salah satu daya saing masa depan bangsa ini, akibat dangkal pikir yang tidak perlu terjadi.

Salam Lora.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun