MENATA TAPAK KAKI SANG GUDACIL
                                            Karya : Lodovikus Langa
Saat itu kurang sebulan usiaku 26 tahun.Tepatnya 1 Maret 1993.Lima belas orang guru lulusan pengangkatan Satuan Bhakti Guru Daerah Terpencil mulai mengemas barang-barang bawaannya menuju tempat tugas masing-masing.
Tempat kerja tujuanku adalah sebuah sekolah tua terletak di bagian Utara ibukota kecamatan,dengan jarak tempuh enam jam berjalan kaki dari kampung halamanku.
Saat itu hanya ada jalan setapak.Alat transportasi dan alat angkutan darat yang bisa digunakan satu-satunya adalah kuda.
Menyebut nama tempat tujuan pengabdian, aku merasa tidak asing karena daerah ini sudah menjadi tujuan daerah perburuan binatang liar(rusa,babi hutan, kera,musang,dll) hampir seluruh masyarakat adat sekabupaten dalam perburuan budaya adat setiap tahun.Termasuk orang orang sekampungku.
 Namun ada kekuatiran dan kekecutan dalam hati kecilku tentang hal-hal supranatural yang bernilai kharismatik masyarakat setempat yang telah menjadi buah bibir masyarakat umum.
Kabar burung, diceritakan juga di sana ada roh roh halusinasi yang dapat menjelma dalam berbagai wujud siluman. Wahh...gawat nich....
 Namun...mau atau tidak mau aku harus mau.Suka atau tidak suka aku harus ke sana.
Dengan mengendarai seekor kuda betina peninggalan ayahanda,aku pamit ayah ibu dan keluarga dan mulai beranjangsana menemui almamater sebagai cinta pertama tempat pengabdian dalam profesi yang ku banggakan.
 Banyak hal di tempat baru yang menghimpit kehidupan, tidak seperti biasanya aku hidup bersama orang tuaku. Hal itu, ketika ku alami jika kehabisan beras,lauk, sayuran,sabun,rinso dan minyak tanah,karena aku harus ke kota seharian untuk membelinya.