Deru sepeda yang melintasi jalanan berbukit di Flores, Timor, dan Sumba bukan sekadar perlombaan kecepatan. Tour de EnTeTe adalah simbol bagaimana Nusa Tenggara Timur (NTT) bergerak menuju panggung dunia dengan cara yang elegan: memadukan olahraga, pariwisata, dan kebudayaan dalam satu perhelatan besar.
Ajang balap sepeda internasional ini kini menjadi ikon baru pariwisata NTT. Ia bukan hanya menarik wisatawan dan pembalap mancanegara, tetapi juga membuka ruang bagi masyarakat untuk menunjukkan identitas budaya yang kaya dan beragam. Di setiap etape, penonton disuguhi pertunjukan tari tradisional, musik lokal, dan pameran kain tenun khas daerah. Panggung budaya berjalan seiring dengan deru roda sepeda---sebuah sinergi indah antara tradisi dan modernitas.
Olahraga yang Menghidupkan Budaya
Di era globalisasi, banyak kekhawatiran bahwa budaya lokal akan tergilas arus modernisasi. Namun, Tour de EnTeTe justru menjadi bukti bahwa olahraga bisa menjadi alat pelestarian budaya. Melalui kegiatan ini, masyarakat lokal ikut tampil sebagai pelaku utama---bukan sekadar penonton.
Generasi muda mengenakan pakaian adat, menyambut para peserta, hingga menjajakan hasil kerajinan mereka kepada tamu dari berbagai negara. Semangat ini bukan hanya menciptakan kebanggaan, tetapi juga memperkuat ekonomi berbasis budaya.
Data Dinas Pariwisata NTT menunjukkan bahwa kunjungan wisatawan meningkat hampir 20% setiap kali kegiatan internasional seperti Tour de Flores atau Tour de EnTeTe digelar. Angka ini menegaskan bahwa sport tourism mampu menggerakkan roda ekonomi daerah sekaligus menjaga eksistensi budaya lokal.
Kesiapan SDM Lokal Menjadi Kunci
Namun, keberlanjutan event seperti Tour de EnTeTe sangat bergantung pada kesiapan sumber daya manusia (SDM) lokal. Pariwisata bukan sekadar tentang destinasi, tetapi juga tentang pelayanan. Masyarakat harus menjadi tuan rumah yang ramah, profesional, dan berpengetahuan.
Upaya ini sebenarnya sudah mulai terlihat. Pemerintah daerah bersama lembaga pendidikan vokasi kini semakin aktif melatih masyarakat di bidang perhotelan, guiding, hingga komunikasi lintas budaya. Banyak anak muda NTT yang kini fasih berbahasa Inggris dan mampu menjadi pemandu wisata bagi tamu mancanegara.
Kesiapan SDM seperti inilah yang akan menjadi kunci agar NTT tidak hanya menjadi lokasi event, tapi juga pusat penggerak pariwisata berkelanjutan.
Menepis Citra Negatif, Membangun Narasi Positif