Mohon tunggu...
Livia Halim
Livia Halim Mohon Tunggu... Penulis - Surrealist

Surrealism Fiction | Nominator Kompasiana Awards 2016 Kategori Best in Fiction | surrealiv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen ǀ Ruangan Ini Bergerak Maju atau Dunia Bergerak Mundur?

19 Oktober 2016   20:29 Diperbarui: 20 Oktober 2016   00:26 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terremoto | painted by Tetsuya Ishida (emptykingdom.com)


“Ruangan ini bergerak maju atau dunia bergerak mundur?” tanya Lekha sambil memandang jendela. Lekha tidak mendengar jawaban dari siapa pun. Ayah terdiam sambil mengelus rambutnya. Nata mengangkat bahu.

“Nata, sini! Masih cukup, kok!” teriak Lekha sambil melambaikan tangan dan menggeser sedikit posisi duduknya. Nata menggeleng. Orang-orang lain di di dalam ruangan memandangnya dengan aneh.

“Anak itu bicara sendiri, ya?” Lekha dapat mendengar seseorang berbisik pada yang lainnya, sementara Ayah meminta maaf pada orang-orang itu. Lekha tidak pernah mengerti mengapa Ayah selalu meminta maaf pada orang-orang lain ketika mereka memandang Lekha dengan aneh. Padahal yang salah mereka. Mungkin karena Ayah memang orang yang baik.

“Mengapa di sini tubuh kita bergoyang sendiri?” tanya Lekha lagi. Kali ini Ayah menanggapi. Ia menjelaskan alasannya di telinga Lekha dengan suara kecil.

“Bukan Ayah, aku bertanya pada Nata!” teriak Lekha lagi. “Mengapa Nata tidak duduk di sini saja supaya ngobrolnya enak?”

Lagi-lagi Lekha merasakan dirinya dipandangi oleh banyak orang. Namun sebelum Ayah meminta maaf lagi, Lekha mendengar jeritan yang banyak sekali dan merasakan guncangan besar yang belum pernah dirasakannya sebelumnya.

Semuanya gelap.

“Lekha! Ayo!”

Lekha membuka mata dan melihat Nata. Tangannya digandeng Nata. Ia merasakan tubuhnya melayang. Lekha tidak tahu mau ke mana. Kemudian ia melihat ke bawah.

“Eh Nata, warna tanah kenapa berubah jadi merah?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun