Mohon tunggu...
Livia Halim
Livia Halim Mohon Tunggu... Penulis - Surrealist

Surrealism Fiction | Nominator Kompasiana Awards 2016 Kategori Best in Fiction | surrealiv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Bulan di Mangkuk

20 Maret 2019   09:15 Diperbarui: 24 Maret 2019   21:28 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: eastfork.com

Kalau malam tiba, Ladin suka menulis. Kadang di buku, kadang di lutut, kadang di pergelangan tangan. Si Babi Kecil di pekarangan rumah Ladin juga diam-diam menulis. Ah tenang, kisah ini bukan bualan. Si Babi Kecil menulis dalam benaknya. Ia babi biasa seperti yang lainnya, memegang pensil saja tidak bisa, apalagi menulis sungguhan. Jika Ladin menulis kisah-kisah lama yang muncul secara acak dalam kepalanya, Si Babi Kecil menulis asa.

Si Babi Kecil ingin bulan berpindah dari langit ke mangkuk makanannya. Ia merasa marah kepada langit karena telah membuat bulan terlihat begitu mungil. Si Babi Kecil yakin, apabila bulan ditaruh dalam mangkuk makanannya, bulan akan terlihat sangat besar dan memukau. Tentu saja mangkuk makanannya bersih, Ladin mencucinya setiap hari.

"Hei, selamat tidur yang di bawah sana! Besok kita main lagi, ya!" seru Ladin kepada Si Babi Kecil. Seruan malam itu sama dengan seruan pada malam-malam sebelumnya. Wajah bahagia Ladin yang mengintip dari jendela kamarnya juga sama setiap malam. Setelahnya, Ladin menutup jendela kamarnya. Ia menulis kisah lama di lutut, lantas memeluk lututnya erat. Malam itu Ladin berendam lagi, nyaris tenggelam dalam air yang seharusnya melumasi matanya, seperti malam-malam sebelumnya.

***
"Tebak sekarang kita makan apa!" ujar Ladin pada siang keesokan harinya. Ia tampak sangat bersemangat. Si Babi Kecil mengerti, namun tak dapat menjawab karena, ya, ia benar-benar hanya seekor babi, seperti yang sudah kamu tahu sejak kisah ini dimulai. "Biar saya beri petunjuk! Besar, bulat, namun permukaannya tidak mulus!" ujar Ladin lagi. Si Babi Kecil yakin betul yang dimaksud Ladin adalah bulan. Si Babi Kecil diam-diam mengeluh karena tak bisa menjawab Ladin. Seandainya bisa, Si Babi Kecil yakin Ladin akan semakin girang karena babinya begitu pintar.

Ladin lantas masuk ke dalam rumah. Si Babi Kecil menunggu dengan sabar di pekarangan. Ladin kembali dengan dua mangkuk. Satu mangkuk kesayangan Si Babi Kecil, satu mangkuk kesayangan Ladin. "Ini bola-bola coklat yang saya beli di toko dekat rumah pagi tadi. Bola-bola coklat merek ini adalah camilan kesukaan saya beberapa tahun silam. Entah mengapa waktu itu tiba-tiba saja merek ini hilang dari pasaran. Untungnya, hari ini kembali ada di toko."

Ladin mencicipnya sedikit. Rasanya berbeda dengan rasa yang diingatnya dari memori beberapa tahun silam, mungkin pembuatnya tidak lagi sama. Ladin kecewa. Si Babi Kecil kecewa bahkan sebelum ia mencicipinya.    

Lewat tengah malam,
20 Maret 2019

-

Baca juga:

1. Review film:

2. Artikel edukatif seputar fiksi dan bahasa:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun