Mohon tunggu...
Abd Hafid
Abd Hafid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Ibnu Sina Batam & STAI Ibnu Sina Batam

Doktor Pendidikan Agama Islam UIN Jakarta, Mahasiswa Manajemen SDM S3-UNJ tahun 2015 dengan status candidat Doktor 2018. Dosen Tetap STAI Ibnu Sina Batam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Internalisasi Nilai Pendidikan Karakter dan Moral pada Anak

28 September 2019   12:12 Diperbarui: 28 September 2019   12:18 2270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Bangsa Indonesia sejak kemerdekaan bercita-cita  ingin menjadi bangsa besar dan kuat, disegani dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain di dunia.[1] Bahkan di awal-awal kemerdekaan serta pembangunan bangsa dan negara Indonesia, telah dikumandangkan "dua slogan tetapi satu" yakni nation and character building yakni pembangunan bangsa dan pembangunan watak (karakter).[2]  Dalam rumusan batang tubuh UUD 1945, telah mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.[3] Dalam perkembangan pendidikan di Indonesia, pendidikan karakter  jadi tema sentral dalam kurung waktu sepuluh tahun terakhir. Hal ini ini disebabkan karena dunia pendidikan khususnya perguruan tinggi  berperan sebagai motor penggerak dalam memfasilitasi pembangunan karakter masyarakat, sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kesadaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis.  

Kata karakter pertama kali dikenalkan oleh Thomas Lickona pada tahun 1900-an. Lickona menjadi seorang pengusung karakter banyak diuraikan dalam bukunya The Return of Character Education dan Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility.[4]   Menurut Thomas Lickona, makna karakter adalah "A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way". Selanjutnya dia menambahkan "Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling and moral behavior".[5] Lebih lanjut Thomas Lickona menyatakan karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu melahirkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Jadi karakter merupakan serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes), motivasi (motivation) serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skill).[6]  

Dengan demikian Thomas Lickona menyimpulkan bahwa karakter mengandung tiga unsur pokok yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good) dan melakukan kebaikan (doing the good).[7]  Bahkan dalam buku Character Matters, ia menyebutkan "Character education is the deliberate effort to cultivate virtue-that is objectively good human qualities-that are good for the individual person and good for the whole society" (Pendidikan karakter adalah usaha sengaja (sadar) untuk mewujudkan kebajikan yaitu kualitas kemanusiaan yang baik secara objektif, bukan hanya baik untuk individu perseorangan, tetapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan).[8]

Pendidikan karakter membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral.[9] Thomas Lickona menyebutkan dasar hukum moralitas yang harus diteapkan dalam dunia pendidikan sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran agama dalam kitab suci, dan implikasi dari dasar hukum moralitas ini berlaku secara universal.[10] Adapun istilah karakter dipakai secara khusus dala konteks pendidikan baru muncul pada abad ke 18 yang diperkenalkan oleh F.W. Forester.[11]

Ahmad Syauqi menggambarkan  bahwa sebuah bangsa hanya mampu bertahan selama bangsa itu  masih memiliki akhlak atau karakter yang baik, apabila akhlah telah lenyap dari mereka akan lenyap pula bangsa itu.[12] Karena itulah sehingga pendidikan karakter menjadi perhatian utama banyak negara dalam rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga untuk masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian pendidikan karakter sering di sebut the deliberate us of all dimensions of school life to fsster optimal character development (usaha secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sosial untuk membantu pemebentukan karakter secara optimal). 

Faktor lain adalah mengingat sistem pendidikan kita yang lebih cenderung  atau menekankan pada aspek intelektual atau ranah kognitif semata dan terkesan mengabaikan nilai-nilai moral secara kemanusiaan. Penguatan pendidikan moral (moral education) ataupun pendidikan karakter (Character education) dalam konteks masa kini  sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda bangsa dan negara ini. Krisis itu antara lain  semakin meningkatnya kasus korupsi yang melibatkan pejabat pusat hingga pejabat daerah.

Kejahatan kemanusiaan seperti tindak kekerasan, pembunuhan secara keji, kekerasan pada anak dan keluarga, pergaulan bebas, kejahatan seksual pada anak di bawah usia, penyalahgunaan obat-obatan dan narkotika, pornografi dan masih banyak lagi yang lain yang setiap hari terjadi di tengah-tengah masyarakat kita. Dalam pandangan Islam, pendidikan karakter merupakan hal yang sangat utama.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya ".....Sesungguhnya pilihan diantara kamu ialah orang yang baik akhlaknya."[13] Islam memandang pendidikan karakter yakni memberikan teladan yang baik dengan figur Rasulullah SAW sebagai teladan bagi setiap umat Islam merupakan suatu hal yang dianjurkan dalam Islam. Keteladanan ini hendaknya dapat menjadi acuan bagi setiap umat Islam khususnya anak didik dan mahasiswa di setiap perguruan tinggi. Tujuannya adalah agar kalangan remaja dan mahasiswa dapat menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang melanggar nilai-nilai Islam dan nilai-nilai kemanusiaan, dengan kata lain nilai-nilai moral dan nilai karakter sepatutnya menjadi tujuan yang harus dikedepankan dalam setiap perilaku kehidpan sehari-hari. 

Menurut Direktorat Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Mendikdasmen) Kementerian Pendidikan Nasional dikatakan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.[14] Sejalan dengan itu, Gulo mengungkapkan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.[15] Demikian juga W.B Saunders menjelaskan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu.[16] Sedangkan Alwisol, karakter sebagai penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar salah, baik buruk) baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai.[17] 

Sasi Mardikarini dan Suwarjo menyatakan karakter merupakan kepribadian atau akhlak seseorang yang digunakan sebagai landasan dalam menentukan cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak.[18] Pendapat ini sejalan dengan Nucci & Narvaes yang menegaskan "Character is the set psychological characteristic that motivate and enable an individual to function as a competent moral agent'.[19]

Karakter yang terdapat dalam diri seseorang dapat membentuk moral. Karakter baik akan membentuk moral yang baik, begitu juga sebaliknya karakter yang buruk akan membentuk moral yang buruk. Oleh sebab itu, pengembangan nilai-nilai karakter perlu mendapat perhatian serius oleh guru, dosen serta kedua orang tua agar karakter dalam diri siswa dan mahasiswa dapat berkembang dengan baik. Pernyataan ini diperkuat oleh Bohlin  bahwa "character is that distinctive mark of our person; the combination of these distinguishing that make us who we are. Character is deeper than appearance and reputation and constitues more than our personality or temeperament".[20] Pendapat ini menguatkan bukti bahwa karakter merupakan ciri khas dari seseorang yang menjelaskan siapa diri kita, dan membedakan diri kita dari orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun