Mohon tunggu...
Lita Maisyarah
Lita Maisyarah Mohon Tunggu... -

just 4 share...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Karena Kita Berbeda

21 September 2011   12:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:45 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="alignnone" width="298" caption="Sumber: KOMPAS.com"][/caption]

Dira sedang merapikan buku-buku yang berserakan dimejanya ketika Radit, teman satu kos mengajaknya shalat maghrib berjama'ah di Mushala dekat kos-kosan. Radit memang rajin ke mushala lebih awal walaupun adzan belum berkumandang. Dia senang duduk diteras Mushala menunggu sholat berjama'ah dimulai. Pernah Dira bertanya kenapa Radit istiqamah datang ke mushala 15 menit sebelum adzan berkumandang, dia menjawab, aku suka memandang langit yang sedang berubah warna. Ya, kalau memandang langit dari kos-kosan tidak akan kelihatan luas, maklum rumah dibangun dempet-dempet, jadi tiada celah untuk memandang langit luas.

"Masih lama, bro? Udah mau adzan neh."

"Iya, udah selesai kok. Yuk cabut," ucap Dira sambil menyambar sarung coklat kesayangannya.

***

"May, temenin aku yuk. Aku mau ketemuan sama Rio," bujuk Shela pada Sherli yang sedang menekuni tulisan-tulisan dilayar laptopnya.

"Aku masih banyak tugas, neng. Sendirian saja kenapa sih? Biasanya juga ketemuan berdua doang," jawa Sherli sekenanya.

"Iya Sherli sayang, tapi katanya aku mau dikenalin ke teman-temannya gitu. Kan kalo sendirian rada-rada malu. Ayo dong."

"Ogah.."

"Sherli... ayo dong, habis itu aku temenin ke perpus deh. Janji. Yaaa..."

Dengan berat hati Sherli mengiyakan juga. Bukan karena imbalan yang ditawarkan Shela karena itu mustahil, tapi karena kupingnya tidak kuat lama-lama mendengan bujuk rayu sahabat kesayangannya itu.

***

Pertemuan Shela dengan Rio dan teman-temannya yang harus melibatkan Sherli pada akhirnya menguras waktu Sherli yang seharusnya sudah menyelesaikan membaca buku-buku bahan referensi untuk penelitian yang ditugaskan dosen untuk melengkapi tugas akhir semester.

Sherli tidak ingin lagi berkutat dengan Shela dan pertemuan-pertemuan selanjutnya dengan Rio, ia memilih untuk konsentrasi pada tugasnya. Perpus, ya, itu satu-satunya tempat yang bisa menyelamatkannya dari rayuan maut Shela karenaSherli tahu Shela paling anti kalau disuruh ke perpus. Udara perpus yang pengap bisa melunturkan riasan wajah cantiknya katanya.

Sepulang kuliah Sherli segera ambil langkah seribu menuju perpus sebelum Shela mendatangi kelasnya dan harus mendengar ocehan yang tidak ada habisnya serta rayuan-rayuan minta ditemani menemui Rio.

***

Bukk!! Tabrakan yang cukup keras membuat buku-buku yang digenggamnya jatuh berantakan.

Sherli yang tergesa-gesa masuk perpus untuk menghindari Shela ternyata menabrak seseorang.

"Maaf, tidak sengaja," ujar Sherli dan segera membereskan buku-bukunya.

"Owh, tidak apa-apa," jawab pria yang tidak sengaja ditabrak Sherli ramah sambil membantu Sherli membereskan buku serta kertas-kertas tugas Sherli yang berserakan.

"Terima kasih," Sherli melambaikan tangannya sambil berlalu masuk menuju perpus.

Radit yang baru saja keluar perpus mendapati sebuah buku berwarna merah dan biru milik wanita yang tadi ditabraknya didepan pintu perpus. Sambil melangkah, dia membolak balik halaman buku yang ada digenggamannya siapa tahu ada nama pemiliknya. Itu buku Psikologi, berarti pemiliknya adalah mahasiswa jurusan Psikologi, pikir Radit. Tapi bagaimana mencari pemilik buku ini diantara mahasiswa Psikologi yang jumlahnya ratusan?

***

"Dit, ini buku kamu? baru ya? kok aku baru lihat",Dira membolak-balik buku bersampul merah dan biru ditangannya.

"Bukan, kemarin aku tabrakan sama cewek di depan pintu perpus", jawabnya sambil menceritakan kejadian yang menimpanya tadi siang. "Kira-kira gimana cara ngembaliinnya ya, Dir? Masa aku harus ngobrak-abrik fakultas Psikologi buat nemuin yang punya buku ini."

"Gimana ya? Hmm, kamu tunggu aja dia besok didepan pintu perpus tempat kalian tabrakan. Kalau dia sadar bukunya gak ada, dia pasti akan cari ditempat buku-buku itu jatuh. Lagian kamu juga bakal sering ke perpus, kan?" usul Dira.

Radit manggut-manggut. Radit memang kutu buku. Dia hampir selalu menghabiskan waktu di perpustakaan. Berbeda dengan Dira yang hanya mengisi daftar pengunjung perpus ketika ada tugas yang membutuhkan banyak referensi. Kebiasaan membaca memang sudah ditanamkan sejak Radit masih kecil, dan kebiasaan itu terus melekat hingga sekarang.

***

Dugaan Dira benar. Tak lama berdiri di depan Perpus, wanita yang kemarin ditabraknya itu datang.

"Hai, maaf. Ini buku kamu kan? Kemarin waktu kita tabrakan bukunya terbawa sama saya," ujar Radit menyapa.

"Puji Tuhan," ujarnya sambil tersenyum. Makasih banyak ya mas. Saya pikir hilang. Tapi mas bisa ingat saya ya, padahal kita belum kenalan kemarin".

Dalam hati Radit berkata, siapa yang bisa lupa sama wajah innocent kamu. Namun Radit hanya tersenyum.

"Jangan panggil mas, nama saya Radit," Radit megulurkan tangannya.

Gadis itu tersenyum menyambut uluran tangan Radit, "Aku Sherli..."

Mengalirlah cerita-cerita pada akhirnya. Mereka berteman baik, walaupun hanya bertemu sewaktu di perpus saja. Ya, mereka sama sekali tidak tukar-menukar nomor Handphone, sama sekali tidak ada komunikasi jika sudah berpisah. Anehnya, masing-masing agaknya hapal benar jam-jam bertemu mereka di pepus dan diam-diam mereka selalu ke perpus pada jam yang sama agar bisa bertemu.

Radit yang tidak biasanya membaca puisi-puisi cinta kepergok Dira sedang menekuni buku itu. jelas saja Dira heran, tapi Dira segera berspekulasi, pasti nih anak lagi jatuh cinta. tapi masih saja seperti SMA dulu, tidak mau mengakui apalagi menyatakan. tapi mau sampai kapan? Dira tahu tidak ada kata-kata "pacaran" dikamus hidup Radit. Biar kata tidak sealim anak-anak pesantren, tapi prinsip itu memang sudah terpatri lama dihati Radit. Dira tahu persis karena dia sudah bersahabat dengan Radit sejak SMA. Namun, Dira yakin, Radit sudah memodifikasi model dan sistematika cintanya. Kalau tidak, mana mungkin dia lagi menghayati puisi-puisi cinta itu, batin Dira.

"Bro, lagi jatuh cinta ya?" Dira tanpa merasa berdosa dengan lugunya menanyakan hal sangatv privacy bagi Radit.

Wajah Radit berubah, memerah. Namun, masih pura-pura marah, "apaan sih kamu," ujarnya sambil melempar bantal kearah Dira.

Dira hanya tersenyum penuh arti. Akan ada saatnya kamu jujur ke aku, Dit, Dira membatin. Dan dugaannya benar adanya. Selang beberapa hari kemudian Radit mendatangi kamar kos-nya dan seperti anak kecil merengek-rengek minta Dira mendengarkan curahan hatinya.

"Dir, aku tidur disini ya."

"Terserah. Tapi aku ogah seranjang sama kamu."

Radit manyun, "aku sebenarnya mau cerita. Bukan mau tidur."

"Besok ajalah. Sudah malam, bro. Ngantuk nih."

"Dira...!! Aku serius, Man... ini mendadak dan penting banget."

Mau tidak mau Dira mengalah. Dipaksakannya matanya tetap terbuka. Kemudian mengalirlah cerita panjang dari seorang Radit.

"Aku tahu ini mungkin salah, bro. Tapi aku memang suka sama Sherli," ungkapnya jujur.

"Gak masalah juga sih kalau kamu suka, itu kan hal yang wajar. Hmm, by the way, emang kamu udah mau pacaran ya?"

"Itulah Dir... aku masih berusaha menjaga prinsipku. Tapi setiap kami ketemu diperpus, dia bisa membuat aku benar-benar merasa aku menyukainya. Dan, aku mulai berpikir kalau prinsipku itu juga tidak harus kaku, aku bisa membuat prinsip itu fleksibel."

Dira mencibir, "huuu, kemarin dulu aja kalau aku naksir cewek, kamu bisa bilang jaga hati, Dira.." sambil menirukan gaya bicara Radit yang kala itu mengingatkannya.

***

"May, besok aku mau ajak kamu jalan. Mau ya?" ajak Radit ketika ia bertemu lagi dengan Sherli. tempatnya seperti biasa, perpustakaan.

"Hmm, besok ya? Besokkan hari minggu, Dit," jawabnya.

"Iya memang minggu, makanya aku ajak kamu besok. Biar kita bisa jalan-jalan seharian."

"Aku gak bisa, Dit. Maaf. Aku punya kegiatan setiap hari minggu, dari pagi sampai jam 1 siang."

"Oke, kalau gitu. Kita jalan siang saja. Aku jemput dimana?"

Senyum Sherli mengembang. Dia yang juga memiliki perasaan yang sama dengan Radit merasa diatas angin.

***

Sepanjang hari senyuman terus mengukir wajah Sherli. Ia kini tidak keberatan sama sekali mendengarkan ocehan Shela hingga membuat Shela heran.

"Kamu kenapa? Kok tumben mau dengar ceritaku sampai habis? Gak lagi sakit kan say?" tanya Shela sambil meraba jidat Sherli.

"Gak dong, beiph.. Fit banget malah.." jawabnya sambil tersenyum lebar.

"Kenapa sih? Kalau ada apa-apa, cerita dong..." Shela mulai penasaran.

"Emangnyadaritadi kamu ada ngasih aku waktu ngomong?" protes Sherli dan mengalirlah cerita bahagianya. Dinyatakannya juga kalau ia sudah mengharapkan hal ini dari kemarin-kemarin, sejak ia mulai dekat karena sering ketemu diperpus dengan Radit.

"Aku mau minta nomor Hp-nya sebenarnya, tapi masa aku duluan yang minta. Akhirnya aku terus menunggu. Untungnya penantian itu gak sia-sia," Sherli tidak bisa menyembunyikan kebahagiaanya.

"Waaahh, selamat ya, yank... Tapi jangan lupabesok kita harus kebaktian dulu," Shela mengingatkan.

"Iyalah aku ingat. Mana mungkin aku lupa menemui Tuhan-ku."

***

"Dir, aku berangkat ya. Doakan sukses. Assalamu'alaikum..." Radit pamitan hendak menjemput Sherli diitempat yang telah dijanjikan. Rencananya Radit ingin mengajak Sherli jalan-jalan ke taman dan kalau memungkinkan ia ingin menyatakan kalau dia menyukai Sherli. Hanya mengungkapkan, tidak untuk meminnta Sherli menjadi pacarnya.

"Oke bro. Good Luck. jangan lupa bismillah dulu... wa'alaikum salam," jawab Dira.

Radit menunggu Sherli dibawah sebuah pohon rindang. Sengaja dia datang 15 menit lebih awal, untuk menunjukkan betapa ia memang menghargai waktu yang diberikan Sherli. Tidak lama kemudian, ia melihat sosok yang dinantinya melangkah kearahnya. Gadis manis itu mengenakan dress cantik berwarna oranye yang membuatnya terlihat sedikit berbeda dari biasanya, lebih cantik.

"Hai Radit..." sapa Sherli menyadarkan Radit dari lamunan pendeknya.

"hmm, Hai May.. Kamu cantik hari ini," puji Radit tulus.

"Terimakasih...." Sherli tersipu.

Mata Radi menangkap buku tebal yang sejak tadi digenggam Sherli. Mungkin karena tasnya tidak muat, pikir Radit.

"Buku apa May?" tanya Radit.

"Ohh.. Al-Kitab... Aku baru saja pulang kebaktian," ujar Sherli.

Radit terkejut setengah mati. Ia merasa bagai disambar petir. Gadis yang disukainya adalah seorang kristiani? Dimana mata batinku selama ini? Pantas saja Sherli tidah pernah mengucap salam ketika kami berjumpa. dan, ya.. aku ingt kata-kata syukur yang diucapkan Sherli ketika aku megembalikan bukunya. Bukan ucapan Alhamdulillah, tapi kalimat yang berbeda, puji Tuhan. Ya, aku ingat, dia bilang puji Tuhan. Dulu aku mengira aku salah dengar. Tapi ternyata tidak. Agh! Tiba-tiba kepala Radit pusing, sakit sekali.

"Radit? Ada apa?" Sherli yang tidak tahu kalau Radit seorang muslim terheran-heran melihat reaksi Radit.

Sementara Radit yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri tidak menyadari Sherli tengah bicara dengannya. "Aku harus bagaimana? Aku yakin Sherli juga menyukaiku dan bisa kupastikan dia juga tidak tahu aku adalah seorang muslim. Bagaimana ini? Aku harus menyudahi ini semua sebelum terlambat. Aku tidak boleh terlalu lama berada dalam belenggu cinta yang salah. Radit meyakinkan dirinya sendiri.

"May, maaf. Aku sepertinya tidak bisa memenuhi janjiku. Aku antar kamu pulang saja ya," Radit berusaha tidak memandang mata Sherli karena ia tahu takkan sanggup melihat raut kecewa diwajah Sherli.

Sherli kaget. Loh, kenapa, Dit?

"A..Aku tiba-tiba merasa kurang enak badan," Radit mencari-cari alasan.

"Oh ya? Kalau gitu kamu gak usah nganterin aku. Kamu langsung pulang saja, istirahat ya," Sherli dengan polos menjawab.

Mereka berpisah, berjalan saling berbeda arah. Radit dengan batin yang tengah berkecamuk tanpa sadar meneteskan air mata. Ia yakin ini adalah bentuk teguran dari Allah. Allah ingin ia menjaga prinsipnya dan ia malah membuat prinsip itu fleksibel. Ini benar-benar kesalahan. Maaf Sherli, kisah ini tidak bisa diteruskan. Aku takut tidak bisa keluar dari belenggu cintamu. Maaf kalau aku tidak akan menemuimu lagi. Sulit memang, tapi semua harus diakhiri sebelum dimulai untuk kebaikan bersama.

(Lita Maichy_)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun