Mohon tunggu...
Lisya Indrayana
Lisya Indrayana Mohon Tunggu... Lainnya - Aku Pribadi (hit me up at lisya2na@gmail.com)

an IPIEF student who is so random

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

TKI, Pahlawan Devisa yang Sering Terlupakan

3 Januari 2021   17:50 Diperbarui: 3 Januari 2021   19:09 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masih terasa segar di ingatan saya ketika saya mengurus dokumen untuk keberangkatan ke Taiwan. Masih terasa segar juga di ingatan apa yang saya lihat dan saya temí selama saya di Taiwan hingga saya pulang.

Hari itu, ketika saya akan bertolak ke Jakarta setelah mengikuti pertukaran pelajar selama 6 bulan, saya bertemu orang yang memiliki ciri-ciri dan model baju yang hampir sama, pun saya langsung bisa mengenalinya: TKI. Saya tidal akan lupa, ketika saya perjalanan ke Jakarta, hamper satu pesawat dipenuhi oleh TKI yang pulang kampung. 

TKI, tenaga kerja indonesia, merupakan salah satu pekerjaan yang sangat menjajikan, setidaknya untuk menyelmatkan diri dari lingkaran setan kemiskinan. Ekspetasi kerja bergaji besar, berikut testimoni dari mereka yang menjadi TKI menjadi alasan terkuat mengapa TKI maish menjadi primadona pekerjaan terutama di daerah pedesaan.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 276.553 orang TKI bekerja di luar negeri. Data ini meruakan pekerja yang menggunakan dokumen resmi. Tingginya angka TKI di Indonesia bukan hanya dipengaruhi tingginya permintaan pekerja yang murah di luar negeri, namun juga tingginya animo calon pekerja yang ingin bekerjadi luar negeri.

Testimoni perkejaan yang mudah dan gaji yang tinggi menjadi alasan mengapa TKI menjadi primadona pekerjaan di kalangan pemuda desa, terutama di sector non-formal. Hal ini juga dipengaruhi oleh alasan kuat untuk mengatasi kemiskinan dalam keluarga mereka.

TKI bukan hanya sekadar perkejaan, namun mereka beperan besar dalam perekonomian di Indonesia. Mereka berkontribusi besar dalam meningkatkan devisa negara, hingga disebut sebagai “pahlawan devisa”. Namun, sering kali kesejahteraan TKI dinomerduakan.

Hampir setiap tahunnya TKI bidang non-formal mendapatkan masalah di negara ia bekerja, contohnya saja, beberpa kali kasus TKI akan dihukum mati, kekerasan oleh majikan, ditipu oleh agen ketengakerjaan, tidak adanya jaminan kesehatan yang mumpuni, dan lain-lain.

Masalah baru pun muncul di tengah pandemi COVID 19. Lagi-lagi, TKI menjadi kelompok yang terlupaka. Disadur dari portal berita tirto.id, banyak pekerja migrann yang memutuskan untuk kembali ke tanah air, hal ini otomatis membuat mantan pekerja ini pengangguran, di sisi lain, mereka tidak mendapatan bansos dari pemerintah karena bukan merupakan masyarkat miskin.

Masalah lain pun timbul akibat dari pandemic, beberapa TKI belum mendapatkan gaji bahkan mengalami depresi akibat pembatasan wilayah di negara tempat mereka bekerja.

Berbagai masalah yang timbul terkait pekerja migran Indonesia seharusnya menjadi perhatian bagi pemerinta maupun masyarakat. Pemerintah harusnya berperan besar dalam kesejahteraan TKI, termasuk ketat dalam menyeleksi calon TKI yang bekerja di sector non-formal dan meminimalisir pekerja illegal.

Meskipun TKI berperan besar dalam devisa negara, pemerintah seharusnya berani menghilangkan stigma TKI yang pasti sejahtera secara ekonomi, terutama yang berkerja sebagai TKI non-formal, paling banyak TKW sebagai pembantu rumah tangga.

Salah satu yang dapat dilakukan adalah meningkatkan tingkat pendidikan formal di kalangan masyarakat miskin dan memberi kontribusi (dapat berupa penghargaan) bila mereka dapat meningkatkan daerahnya, baik secara formal maupun non-formal.

Tidak hanya pemerintah, masyarakat juga harus berkontribusi dalam menghilangkan stigma buruk TKI. Pun, cara lain adalah menghilangkan stigma bahwa TKI merupakan pekerjaan yang mudah dan menjajikan, hidup terjamin sejahtera, dan berbagai testimoni yang menyebabkan motivasi pemuda desa menjadi TKI.

Menjadi TKI/TKW bukan berarti pekerjaan yang buruk, sejatinya mereka berperan dalam devisa negara. Menyikapi banyaknya masalah yang dihadapi oleh TKI baik secara umum maupun pribadi, alangkah baiknya untuk menghilangkan stigma bahwa TKI merupakan pekerjaan yang menjajikan berbagai impian.

Dalam hal ini, TKI yang berkerja di luar negeri dalam sekdtor formal maupun non-formal merupaka WNI, yang berarti, mereka juga membawa nama negara asal secara tidak langsung.

Contohnya, pengalaman saya selama di Taiwan, anda dapat dengan mudah menemui TKI di stasiun maupun taman kota, terutama saat akhir pekan. Saking banyaknya pekerja dari Indonesia, TKI pun lebih dikenal sebagai kelompok pemuda di sana, yang tak jarang sering dipandang sebelah mata.

Menjadi TKI bukan berarti sebuah mimpi buruk, tetapi semakin tinggi penghasilan, semakin tinggi juga tingkat resiko yang harus ditanggung. Selama ini kita hanya melihat dari kulit luarnya saja, tetapi, banyak masalah yang dapat dihadapi oleh TKI di luaran sana.

Sebagai tambahan, pemerintah dapat menyediakan sesi psikologis selama mereka telah/akan bekerja sebagai TKI. Pemerintah juga dapat mengedukasi masyarakat sehingga mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di negeri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun