Mohon tunggu...
Listia Dwi Nursholikha
Listia Dwi Nursholikha Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendapat dan Perdebatan Pada Instrumen Derivatif pada Instrumen Keuangan Syariah

22 Maret 2024   16:45 Diperbarui: 22 Maret 2024   19:11 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

HASIL DAN PEMBAHASAN

Derivatif adalah suatu asset keuangan yang nilainya begantung pada asset dasar atau variable yang diketahui. Salah satu instrument derivatif utama adalah kontrak berjangka. Kontrak berjangka adalah sebuah perjanjian antara pembeli dan penjual untuk menyerahkan asset atau barang yang telah ditentukan waktunya dimasa depan dengan mempertimbangkan harga tertentu (Saunders dan Cornett, 2007). Instrumen derivatif kontrak berjangka merupakan salah satu transaksi yang hukumnya diperbolehkan pada PT Bursa Berjangka Jakarta (BBI) sesuai dengan Fatwa DSN No.82/DSN-MUI/VIII/2011 Tentang Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah di Bursa Komoditi (DSN-MUI, 2011). Ketentuan fatwa ini adalah bahwa perdagangan komoditi di Bursa sudah berdasarkan prinsip syariah berupa kegiatan jual beli komoditi antara pedagang komoditi dengan peserta komersial, antara peserta komersial dengan konsumen komoditi, dan juga dalam hal perdagangan dan penjualan lanjutan, jual beli yang dilakukan antara konsumen komoditi dengan pedagang komoditi. Komoditi di Bursa adalah komoditi yang sudah dipastikan ketersediaannya untuk ditransaksikan dalam Pasar Komoditi Syariah sebagaimana yang telah ditetapkan oleh persetujuan Dewan Pengawas Syariah, kecuali indeks dan valuta asing.

Salah satu instrument derivatif yang digunakan dalam transaksi valuta asing berupa transaksi forwsrds, option dan swap. Penggunaan dari tiga instrument tersebut dapat menghasilkan produk derivatif yang bertujuan untuk mrnghindari dan mengurangi risiko yang mungkin terjadi dalam transaksi valuta asing. Instrument derivatif forwards, optian dan swap merupakan salah satu contoh dari bagian struktur produk dan salah satu transksi yang tujuannya adalah mendapatkan pendapatan tambahan yang dapat mendorong pendapatan dalam transaksi valuta asing terhadap rupiah dengan maksud spekulasi untuk mengurangi ketidakstabilan nilai rupiah nantinya. Semua instrument derivatif mengandung unsur-unsur yang dilarang oleh syariah yang bisa memicu terjadinya spekulasi.

Undang-Undang No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, menyatakan bahwa bank syariah sangat dilarang untuk menjual produk yang tidak sesuai dengan prinsip syariah termasuk produk derivatif yang tidak sesuai dengan hukum syariah. Dalam hal ini bisa dilihat dalam laporan keuangan yang dipublish oleh bank umum syariah yang tidak ditemukan adanya laporan yang terkait dengan transaksi derivatif. Dalam perspektif ekonomi Islam,  transaksi keuangan tidak dapat terpisahkan antara sector moneter dan sector riil, karena uang dapat menggambarkan pergerakan keadaan disektor keuangan. Sedangkan dalam ekonomi kapitalis keduanya terpisahkan secara diametral yang mengakibatkan arus uang (moneter) dengan sangat cepat sekali, sementara arus barang di sector riil semakin jauh tertinggal yang mengakibatkan sector moneter dan sector rill keduanya menjadi tidak seimbang.

Adapaun produk derivatif yang underline transactonnya tidak jelas termasuk kdalam gharar, karena terdapat ketidakjelasan produk riilnya. Produk gharar kebanyakan disamarkan dengan istilah produk hybrids dan derivatives yang dikemas dengan mekanisme securitization insurance atau guarantee. Dalam praktik riba terlihat dengan jelas bisnis derivatif yang sangat laku di pasar uang dan pasar modal dimana aktivitas tersebut menggunakan option kontrak, swap kontrak, future kontrak dan forward kontrak.

Penerapan future kontrak dan forward pada saat ini di dalam pasar keuangan sangat tidak perbolehkan karena mengandung unsur yang dilarang oleh hukum syariah. Derivatif memberikan perangkat untuk metode off-balance sheet  untuk membatasi risiko kerugian yang berkemungkinan muncul dari ketidakstabilan suatu asset yang mendasarinya. Instumen derivatif digunakan untuk menutupi suatu transaksi on-balance dalam manajemen risiko. Bank syariah memiliki ekspos terhadap berbagai macam risiko, seperti risiko nilai tukar dan harga suatu komoditas karenafluktuasi nalai suatu asset dasar yang dapat digunakan untuk memfasilitasi transaksi. Oleh karena itu, karena banyak risiko yang kemungkinan terjadi maka diperlukan aktivitas lindung nilai bank syariah. Lindung nilai dan manajemen risiko masuk kedalam suatu kegiatan ekonomi yang legal (diperbolehkan dalam hukum syariah). Namun gharar dilarang dalam Islam dikarenakan terdapat unsur spekulasi yang diwarisi dalam instrumen tersebut (Obaidullah, 1998).


            Kok (2014) dalam penelitiannya mengeksplorasi suatu area derivatif yang masih menjadi perdebatan dalam lingkup keuangan syariah dengan menciptakan tata cara baru untuk menyusun alat manajemen risiko. Penelitian ini bertujuan untuk meciptakan suatu opsi pembagian risiko hibrida (a hybrid risk-sharing option) dengan menggabungkan unsur wa’ad (janji) dan murabahah (jual beli). Dimana nantinya hasilnya bergantung pada arah akhir pasar (in the-money, at-the money dan out-the money). Meskipun hasil ynag dihasilkan tidak definitif, mereka memberikan argument untuk pembagian risiko, sebagai lawan dari transaksi transfer risiko.

            Anwer (2019) dalam penelitiannya mengevaluasi status kebolehannya derivatif berdasarkan dari fitur utama hukum kontrak tersebut dalam syariah. Haasil penelitiannya menunjukkan bahwa instrument derivatif lindung nilai satu sisi bisa membawa berbagai keuntungan bagi sebuah entitas, namun penggunaannya yang dapat menyebabkan kerapuhan dalam sistem keuangan global dan pasar karenakan melibatkan unsur gharar, short selling (transaksi jual beli saham) dan bunga. Dalam hal ini struktur derivatif sangatlah rumit karena mengarah pada penyimpangan aktivitas ekonomi nyata sehingga sulit untuk menghindari larangan syariah. Negara-negara dan para cendekiawan Muslim sangat diperlukan untuk melindungi berbagai macam risiko sesuai dengan syariah (Anwer & Habib, 2019).

            Uddin (2020) dalam penelitiannya membandingkan suatu kosnep future kontrak konvensional dari perspektif kontrak hukum Islam dimana kebolehan dalam menggunakan ini masih diperdebatkan. Penelitian ini membahas mengenai argument yang mendukung dan yang menentang instrument derivatif, hasil penelitian menyatakan bahwa mayoritas ulama menganggap kontrak berjangka tidak sesuai dengan hukum islam karena terdapat fakta bahwa menjual sesuatu yang tidak ada (samar barangnya), menunda di dalam nilai kontra, gharar dan pengambilan risiko yang berlebihan, spekulasi murni asli dan penjualan dari satu hutang untuk hutang yang lainnya (Uddin & Ahmad, 2020).

            Keffala (2021) memeliti mengenai pengaruh instrument derivatif (future, forward, swap dan opsi) terhadap kinerja bank syariah, dan menguji pengaruh dari masing-masing tujuan derivatif. Data panel dinamis dengan sistem GMM dilakukan pada 32 bank syariah dari 10 negara mayoritas muslim kecuali Indonesia selama periode 2007-2017. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa bank syariah adalah pengguna derivatif substansial, lebih suka menggunakan derivatif untuk tujuan jual beli dari pada tujuan lindung nilai, dan memiliki tingkat kinerja yang dapat diterima. Opsi dapat mempengaruhi secara positif dan moderat kinerja bank sampel. Swap memiliki dampak postif dan negative pada kinerja bank sampel. Pengguna forward dapat menurunkan kinerja suatu bank sampel. Sementara untuk future memiliki efek keraguan dan nmarginal terhadap kinerja bank sampel. Dari tujuan derivatif, hasil tidak melihat tujuan tersebut mana yang paling memotivasi bagi bank syariah untuk berinvestasi didalam pasar derivatif.

            Berdasarkan pembahasan diatas maka penelitian ini mengkaji mengenai pendapat dan perdebatan isntrumen derivatif pada instrument keuangan syariah. Studi ini merupakan suatu kontribusi terhadap literature tentang transaksi derivatif. Lembaga keuangan syariah membutuhkan sistem pengelolaan manajemen risiko untuk menjaga keberlanjutan, pertumbuhan dan perkembangan suatu entitas. Pada studi ini mengekspor kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada masalah tentang transaksi derivatif  future, forward, opsi dan swap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun