Mengapa lari maraton bisa dilakukan? Ini jurusnya.
Olimpiade Tokyo 2020 memang sudah berakhir, namun membicarakannya tidak akan pernah ada kata akhir. Selalu saja ada hal menarik yang bisa dibahas dari perhelatan olahraga dunia tersebut.
Setelah beberapa waktu lalu saya sempat singgung mengenai peran gizi secara umum bagi prestasi atlet, di tulisan ini saya akan menjabarkan secara singkat mengenai salah satu jurus yang dilakukan atlet pada cabang olahraga tertentu.
Melihat Atlet Maraton Berlaga
Di hari terakhir olimpiade, tepatnya pada Minggu pagi (8/8), salah satu pertandingan yang saya nantikan adalah lari jarak jauh bernama maraton. Lari dengan jarak tempuh 42,195 kilometer tersebut setidaknya akan membutuhkan waktu lebih dari 2 jam atau 120 menit bagi rerata atlet. Kalau saya?
Ah, membayangkan saja sudah membuat saya mendadak lelah duluan. Sebab, 14 kilometer dengan menggunakan motor sudah membuat saya pegal, apalagi ini lari pakai kaki sendiri. HEHE.
Minggu pagi itu saya sengaja memantau pertandingan maraton karena penasaran negara mana yang akan mendapatkan medali. Sampai pada akhirnya Eluid Kipchoge asal Kenya melaju tanpa perlu merisaukan siapa yang ada di belakangnya. Kipchoge menghabiskan 2 jam 8 menit 38 detik untuk melahap semua jarak yang disyaratkan.
Meski bukan catatan terbaiknya, hasil tersebut telah berhasil membawa Kipchoge mengalungkan medali emas dua kali berturut-turut. Bahkan tidak hanya Kipchoge, pun dari cabang atletik maraton putri menghasilkan hasil yang sama indahnya. Hal yang kemudian membuat lagu kebangsaan Kenya berkumandang dua kali saat penutupan. Keren pisaannn!
Mengenal "Carbohydrate Loading"
Tidak semua olahraga bisa menggunakan jurus ini. Bagi atlet pelari jarak jauh seperti maraton dan atlet lain yang membutuhkan durasi olahraga lebih dari 90 menit, jurus ini sudah biasa mereka lalukan. Atlet-atlet yang membutuhkan tingkat ketahanan (endurance) yang tinggi.