"Mbak..sini-sini", aku sedikit memelankan suaraku, mengajak Mba Dinda mendekat.
"Mbak..kali orang itu yang akan ngebersihin kos kita yah? Tapi kok rada aneh sih, berdoanya madep tembok? apa itu ada asep-asep gitu, bakar sesajen?",lanjutku lagi.
"Wah, ini ada yang gak beres dek! Kok Ibu kos ngundang gitu sih, kita ini kan beragama Islam, Ibu kos juga sama, harusnya panggil ustadz, ngaji!"
"Apa itu semacam dukun,mba"
"Gatau dek, ini gak bener nih. Biar Mbak aja nanti yang ngurusin."
Selama ritual “bersih-bersih“ itu, aku banyak memilih untuk tidak melakukan apa-apa. Bahkan mengamatinya pun tak minat lagi. Banyak kejanggalan, ntah aku malah menjadikannya sesuatu yang lucu eh tidak masuk akal.
Dua jam, waktu pengusiran yang dijadwalkan usai sudah. Bu Siti, yang sering membersihkan kos, tiba-tiba menghampiriku dan Mba Dinda di lantai satu, setelah mengabari kamar bawah tentunya.
"Mbak, ini mau di kasih "sesuatu", tolong kamarnya jangan ada yang di kunci. Oya nanti jangan dibersihkan ya sampai malam ini, dibiarin aja dulu..udah lakuin aja yah, tau sendiri Ibu kos gimna"
Aku dan Mbak Dinda mengiyakan saja. Biar cepet. Lagian lebih ke penasaran "sesuatu" apakah yang dimaksudkan Bu Siti?
Tak lama, seseorang yang asing itu datang. Membawa sesuatu, sesuatu yang kemudian aku tahu yaitu campuran beras kuning dan kacang hijau mentah. Tak hanya kamar yang ditaburi, bahkan sampai di luar kamar, pun di luar jendela. Semua mendadak bertabur beras kuning dan kacang hijau mentah.
Disaat itu aku cuma bisa bengong. Tapi Mbak Dinda memilih mengingkarinnya saja, langsung mengambil sapu, dan membersihkan kamarnya setelah orang asing itu pergi.