Mohon tunggu...
Lisa Noor Humaidah
Lisa Noor Humaidah Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat buku dan tulisan

Tertarik pada ilmu sosial, sejarah, sastra dan cerita kehidupan. Bisa juga dijumpai di https://lisanoorhumaidah.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Asuransi, Meringankan "Untung Tak Dapat Diraih, Malang Tak Dapat Ditolak"

31 Desember 2019   09:36 Diperbarui: 31 Desember 2019   10:03 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasti kalian tidak asing dengan yang disebut Lembaga Pembangunan, bukan? Ini bukan lembaga yang berhubungan dengan konstruksi bangunan atau infrastruktur. Memang mereka seringkali berurusan dengan membangun konstruksi dan memperkuat infrastruktur tapi untuk kepentingan yang sedikit berbeda karena bersifat non-profit (bukan mencari laba/keuntungan), berorientasi membangun kesadaran untuk masyarakat yang sehat dan terlibat pada urusan yang berhubungan atau berdampak dengan mereka seperti yang terkait dengan demokrasi, layanan untuk publik yang mudah diakses, perlindungan bagi kelompok masyarakat yang tertindas, kesetaran gender, climate change, dan seterusnya.

Lembaga pembangunan itu termasuk Lembaga-lembaga di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan atau Non-Governmental Organization (NGO) atau lebih kita kenal sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik dalam skala Internasional, Nasional dan juga Lokal. Lembaga-lembaga ini biasanya mengelola dana dari negara-negara maju atau menengah yang memiliki visi dan ketertarikan yang sama. Dalam perkembangannya, Lembaga nasional dan lokal juga mengelola pendanaan dari pemerintah.

Saya berkecimpung di dunia ini belasan tahun dengan lembaga dan isu yang berbeda. Dunia yang saya sukai sejak pertama kali bergabung di LSM nasional yang bergerak di isu perempuan dan pendidikan. Bekerja di dunia ini memberi ruang untuk selalu berfikir kritis, bersentuhan langsung dengan masyarakat, bekerja bersama dengan pemerintah untuk keberlanjutan dan yang paling terpenting membangun strategi bagaimana perubahan bukan hanya dibicarakan namun dilakukan.

Masing-masing Lembaga NGO tempat dimana saya bekerja memiliki sistem manajemen yang berbeda-beda. Namun mereka dijalankan dengan sistem dan standar yang kurang lebih sama khususnya dalam kaitan dengan penggajian dan juga manfaat untuk pekerja yang mengikuti undang-undang ketenagakerjaan dan yang paling terpenting untuk perlindungan pekerja melalui asuransi kesehatan.

Secara pribadi saya juga membeli produk asuransi jenis pru link dengan manfaat rawat inap yang belum pernah saya gunakan sampai kemudian saya mengalami operasi untuk pertama kali yang akan saya ceritakan di bawah.

Awal tahun 2016 sampai pertengahan 2019 saya bekerja di Provinsi paling timur Indonesia, Papua. Saya sengaja mencari kesempatan untuk bekerja di provinsi ini, sebab kita penting untuk tahu tantangan bekerja langsung di provinsi yang selalu berada di urutan terakhir dalam hal pembangunan dari provinsi-provinsi lain di Indonesia.

Dua tahun pertama untuk isu kesehatan, lebih khusus untuk masalah HIV-AIDS. Dan setahun terakhir untuk isu pencegahan kekerasan berbasis gender dengan lokasi kerja meliputi empat kabupaten di provinsi Papua dan Papua Barat. Kedua program didanai oleh dana pembangunan dari USAID dengan organisasi/lembaga pelaksana yang berbeda.

Di Papua inilah untuk pertama kalinya saya harus dirawat di Rumah Sakit (RS) karena Malaria. Asuransi rawat jalan dan rawat inap yang disediakan oleh kantor tersedia layanan cashless yang dapat diakses di RS rekanan di seluruh Indonesia termasuk Papua. Namun di Papua hanya satu RS saja yang dapat melayani dengan menggunakan fasilitas ini dan cukup jauh dari tempat tinggal saya waktu itu.

Karena kondisi yang memerlukan penanganan segera, saya pergi ke RS terdekat dan menggunakan layanan penggantian biaya kemudian. Malaria tertangani dan proses penggantian dari asuransi mudah dan cepat, kurang dari dua minggu saja.

Operasi Besar Pertama

Kurang lebih setahun kemudian, saya ada masalah di area reproduksi. Setiap datang bulan selalu nyeri dan ada satu hari tidak bisa melakukan kegiatan apapun karena harus istirahat total. Beberapa kali saya juga mengalami pendarahan dan datang bulan yang tidak teratur. Tentu ini kondisi yang tidak biasa. Saya datang ke specialist Obgyn di salah satu RS di Jakarta. Setelah diperiksa ada Mioma yang mengganggu. Pada saat dilakukan ultrasonografi (USG) terlihat ada empat buah gumpalan.

Bahkan salah satunya terlihat menyerupai kepala bayi. Ternyata dia yg paling besar, berukuran dengan diameter 6! Dokter kemudian menyarankan untuk operasi pengambilan. Jika tidak mereka akan semakin membesar, dan tentu saja mengganggu fungsi organ dari mulai pendarahan sampai menggangu fungsi Rahim dan yang paling mengerikan tumor ini tak lagi jinak.

Dokter juga menyampaikan, walaupun telah diambil, belum tentu mereka tak muncul lagi. Sebab kondisi hormon lah yang menentukan. Paling terpenting, kita atasi kondisi saat ini. Saya setuju dan ikuti saran dokter tersebut.

Setelah membicarakan dengan pimpinan, saya kemudian menentukan tanggal operasi pengangkatan Mioma, di awal Februari 2019. Persiapan berikut operasi berjalan lancar, tak ada kendala suatu apapun. Gumpalan serupa daging Mioma yang diambil ternyata tidak hanya empat tapi sebelas! Karena dokter mengambil beberapa gumpalan kecil-kecil lain yang tak terlihat pada saat USG.

Perawatan paska operasi di RS 3 hari dari 5 hari yg direncanakan. Operasi ini menghabiskan biaya kurang lebih 50-an juta lebih. Ada beberapa bagian yang tidak tercakup karena melebihi plafon asuransi. Namun tidak menjadi masalah karena saya ada produk asuransi lain seperti saya singgung di atas. Saya ajukan klaim ke mereka. Penggantian paling tidak mengganti setengah kelebihan biaya yang saya tanggung.

Mioma yang diambil--dokpri (dengan sedikit ubahan)
Mioma yang diambil--dokpri (dengan sedikit ubahan)
Setelah operasi tersebut, tidak ada masalah nyeri lagi waktu datang bulan dan juga jadwal yang teratur. Bebas berkreasi kembali tanpa gangguan. Tidak lama kemudian saya pindah bekerja kembali ke Jakarta di kantor/Lembaga yang berbeda.

Operasi Besar Kedua

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, bulan November 2019 lalu saya terjatuh dari bidang yang lebih tinggi sambil menggendong balita dengan berat kurang lebih 11 kilogram. Jatuh terhempas, pergelangan kaki kiri ke bawah terlipat ke dalam. Saya sudah curiga bukan luka keseleo biasa karena setelah terjatuh saya susah berdiri.

Pergelangan kaki ke bawah lemah tak bertenaga. Susah payah saya berjalan menapak. Lima hari setelah kejadian, saya menemui dokter spesialis bedah tulang umum (Orthopedi) yang menujukan reaksi terkejut waktu melihat kondisi kaki karena ada yang menghitam di sekeliling telapak kaki. Setelah dilakukan pemeriksaan dan membaca hasil X-Ray:

"Dengan berat hati saya sampaikan kabar tidak baik karena ada bagian tulang yang retak," sambil menunjukkan area yang dimaksud di layar. Untuk mempercepat proses penyembuhan tidak ada cara lain selain operasi pasang Pen di area yang retak tersebut. Cara lain adalah terapi dengan pemasangan gips namun itu membutuhkan waktu lebih lama untuk penyembuhan dan beresiko terkait dengan Osteoporosis.  

Beberapa saat saya terdiam. Shock. Tidak menyangka, jatuh yang mungkin orang mendengarnya sepele, ternyata dampaknya besar.

Saat itu juga dokter melakukan tindakan pemasangan U-Slab dan bebat di sepertiga sampai ujung kaki. Saya dilarang untuk menjejakkan kaki sampai seluruh proses tindakan dilakukan dan sesuai dengan petunjuk dokter. Untuk berjalan, sementara saya dibantu dengan kruk atau kursi roda.

Tindakan hari itu menghabiskan biaya tiga jutaan rupiah. Asuransi yang disediakan kantor terdapat benefit untuk tindakan bedah satu hari dengan plafon lebih dari cukup untuk menanggung biaya tersebut.

Untuk meyakinkan tindakan operasi, saya menemui dokter specialis bedah Orthopedic khusus Foot and Ankle di RS berbeda. Penjelasannya pun sama. Bahkan menunjukkan retak yang cukup lebar karena kaki digunakan menapak setelah kejadian. Dokter sampaikan, jika telah siap operasi bisa dilakukan keesokan malam dan masuk Emergency Room/unit gawat darutat mulai pagi untuk persiapan. Operasi akan dilakukan di RS berbeda dimana dokter juga berpraktek di sana.

Saya semakin yakin dengan tindakan operasi dan mengiyakan dengan RS yang ditunjuk disamping karena RS tersebut satu group dengan RS tempat operasi besar pertama. Keesokan hari saya datang ke Emergency dengan membawa surat rujukan dari dokter. Saya tinggal berbaring selagi adminstrasi diproses untuk tindakan berikut menyiapkan kamar perawatan. Setelah pengambilan darah, urine, rongent jantung, torax, saya kemudian dibawa ke kamar perawatan. Sambil menunggu operasi yang akan berlangsung malam hari, sesuai yang direncanakan, kurang lebih ada tiga dokter (umum, jantung, anastesi) mendatangi untuk memastikan kondisi saya sebelum operasi. Semua berlangsung cepat, rileks dan menyenangkan.

Di ruang Emergency--dokpri
Di ruang Emergency--dokpri
Demikian pula dengan operasi. Selama di ruang transit sebelum masuk ruang operasi, asisten dokter bedah menyiapkan segala sesuatu dengan cekatan dan membuat suasana lebih segar. Ia mengajak bicara hal-hal yang ringan sambil sesekali melempar lelucon kecil. Bahkan boleh juga berfoto! Sebagai pasien saya semakin merasa tenang.

Memasuki ruangan operasi yang mirip di serial TV Good Doctor atau Greys Anatomy, yang dilengkapi peralatan canggih dan modern. Tim dokter bedah mulai berdatangan. Saya sempat ditawari mau mendengarkan musik apa. Tawaran yang mengundang tawa karena bagaimana saya bisa menikmatinya, sebentar lagi saya akan tertidur karena bius?

Waktu terbangun, saya telah terbaring rapi dan sedikit merasa nyeri di bagian kaki. Singkat kata, operasi lancar dan kami menerima hasil foto untuk kemudian konsultasi penanganan lebih lanjut. Karena kondisi bagus, saya hanya menginap satu setengah hari saja. Dan operasi ini menghabiskan biaya 90-an juta lebih. 90 persen ditanggung penuh oleh asuransi kantor. 10 persen saya ajukan klaim ke asuransi pribadi.

Setelah satu bulan tindakan operasi, kondisi kaki berangsur pulih. Saya siap beraktifitas kembali bulan depan, mungkin tanpa harus bantuan kruk. Yeay!

Tidak terbayang bukan, tanpa perlindungan asuransi dari seluruh pengalaman sakit dan operasi yang saya alami akan betul-betul menguras seluruh penghasilan dan tabungan. Mungkin saya juga tidak dapat mengakses layanan RS yang terbaik. Selain kita selalu menjaga kesehatan, jangan pernah abaikan perlindungan melalui asuransi ini. Tentu saja kita selalu harus waspada dan berhati-hati, namun ada saja peristiwa 'untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak' terjadi dalam perjalanan hidup kita.

Semoga tahun baru membawa banyak keberkahan kesehatan dan perlindungan agar kita #BebaskanLangkah dan #FWDBebasBerbagi untuk hal-hal yang berguna bagi diri sendiri dan masyarakat sekitar.  Selamat Tahun Baru 2020! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun