Mohon tunggu...
Lisa Noor Humaidah
Lisa Noor Humaidah Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat buku dan tulisan

Tertarik pada ilmu sosial, sejarah, sastra dan cerita kehidupan. Bisa juga dijumpai di https://lisanoorhumaidah.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Andre Natalis

24 Desember 2019   22:00 Diperbarui: 7 Februari 2024   19:57 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin ada kebijakan pemerintah yang bermasalah. Tapi hidup di tanah ini memang tidak mudah, serba salah. Banyak debat. Banyak konflik. Banyak kepentingan. Sangat berisik. Kamu percaya tidak semua orang baik. Tidak semua orang buruk. Berlaku untuk siapapun dan politik yang sanggup membuatnya seperti kartu tarot, membolak-balik nasib baik dan nasib buruk sesuai dengan keinginan, mungkin juga kesepakatan.

Aku menyimak baik-baik semua hal yang kamu sampaikan. Mendengar, memahami dari sisi dan sudut yang berbeda.

***

Lembah Baliem berselimut kabut pagi itu. Udara terasa sejuk, dan dinginnya tak menusuk tulang. Angin menerpa halus seperti membawa percikan air yang menyegarkan. Kita berada di wilayah pegunungan untuk pengumpulan data dan informasi tentang kondisi kesehatan di beberapa Kampung untuk dukungan program yang akan diberikan. Kamu membuka jalan karena pernah bertugas di daerah ini untuk beberapa tahun lamanya.  

Pagi itu, kamu mengajakku menemui seorang pasien yang tinggal di Honai. Salah seorang kader Puskesmas yang mengenalmu menghubungimu tadi malam. Mama pasien ini tidak mau dokter lain selain dr. Andre. Katanya ia mendapatkan tulah mantra dari suku lawan kampung tetangga.  

Tas ransel sudah siap di punggung. Motor telah dipanaskan. Kita akan mengendarai motor tinggi dengan roda besar bergerigi. Motor trail yang biasa digunakan untuk off-road untuk mempersingkat waktu. Lokasi melewati jalan berbatu dan lumpur liat lagi tebal, tak mudah dilalui.  

Motor segera berlari menyusuri jalan beraspal yang tak sampai lima kilometer. Setelah itu  jalanan berbatu saja. Kanan kiri jalan adalah padang ilalang sepanjang dan sejauh mata memandang. Bukit-bukit batu terlihat keras,  legam berdiri kokoh menantang. Kita mulai masuk melewati sela-sela pohon Pinus yang berbaris rapat dan juga perdu ilalang yang rimbun. Bau anyir segera tercium ketika kita mulai memasuki lokasi yang dituju. Ada beberapa bangunan Honai di sana. Terdengar seperti suara erangan dan lolongan yang terdengar pilu.

Mama terlihat terbaring lemas di atas alas jerami. Matanya setengah terpejam dengan bola mata bergerak-gerak ke kiri kanan. Ia terdengar mengerang-erang dan sesekali mengeluarkan seperti lenguhan panjang. Ia sedang demam tinggi. Ia dikelilingi oleh para anggota keluarga yang memandang gelisah. Mereka juga mengeluarkan suara seperti lebah yang berdengung seperti sedang merapalkan mantra. Kamu sigap mengeluarkan stetoscope dan mulai melakukan pemeriksaan menyeluruh, cek nadi, kondisi dan fungsi tubuh yang lain. Kesimpulanmu sementara pasien terserang Malaria. Setelah memberikan suntikan penurun panas, kamu meninggalkan obat Malaria untuk diminum beberapa hari ke depan. Kamu ambil darah untuk memastikan apakah benar ia terserang Malaria.

Sebelum meninggalkan lokasi, kamu sempat berbincang dengan anggota keluarga dalam Bahasa mereka yang sama sekali tak kumengerti satu kata saja. Diam-diam aku mengagumi keseriusan dan dedikasi atas pekerjaan yang kamu lakukan. Mereka menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus atas waktu dan kedatanganmu, begitu katamu menyampaikan inti pembicaraan. Kamu akan kembali dalam waktu dekat untuk hasil test darah.

"Perlu waktu yang lama untuk mendekati suku di pedalaman ini apalagi sampai kita diterima dan dianggap mampu 'melawan' mantra dari kampung lawan." Kamu terkekeh. " Ada dokter asli dari warga di sini yang bertugas di Puskesmas terdekat. Tapi dokter ini dalam beberapa bulan terakhir tidak pernah di tempat. Kabarnya ia lebih memilih tinggal di ibu kota provinsi," tambahmu.

Hari mulai gelap. Motor berlari dengan kecepatan sama ketika datang. Di beberapa ruas perlu kejelian dan kehatian-hatian jika tidak mau terperosok ke dalam lubang penuh lumpur. Tiba-tiba dari rerimbunan, kita dikejutkan oleh empat orang laki-laki yang muncul dengan menghunus parang menghentikan kita. Motor terhenti dan kemudian oleng ke kiri. Terpekik ak terjatuh. Beberapa detik aku seperti tidak tahu apa yang terjadi. Aku berusaha keras tidak panik. Aku lihat Andre segera berdiri dan menguasai diri. Entah  darimana datangnya, tiba-tiba aku mendengar suara letusan tiga kali. Aku semakin terpekik menutup mata dan telinga sambil terduduk melindungi kepala. Aku sempat mendengar suara langkah-langkah cepat orang berlari sambil meneriakkan kata-kata yang aku tidak mengerti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun