Mohon tunggu...
Lisa Amelia
Lisa Amelia Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan pada program studi S1 Ilmu Hukum di Universitas Singaperbangsa Karawang. Saya sangat termotivasi untuk terus mengembangkan keterampilan saya dan tumbuh secara profesional. Selain itu saya juga akan bertanggung jawab atas semua yang saya lakukan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Putusan Pengadilan Nomor 335/Pid.Sus/2021/PN Kwg tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)

4 Januari 2023   11:43 Diperbarui: 4 Januari 2023   11:59 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pernikahan merupakan ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan menciptakan rumah tangga yang bahagia atau kekal. Tetapi tidak semua rumah tangga atau keluarganya bahagia seperti yang diimpikan. Banyak kasus yang terjadi pada saat ini salah satunya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 

Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dijelaskan bahwa kebanyakan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah perempuan yang harus mendapat perlindungan negara atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.

Pada pembahasan kali ini, penulis akan membahas dan memberikan opini mengenai kasus Valencya dalam Putusan Nomor 335/Pid.Sus/2021/PN Kwg.

Berawal pada tanggal 11 Februari 2000 mereka menikah secara sah dan tercatat di kantor catatan sipil Kota Pontianak, pernikahan mereka awalnya sangat harmonis dan penuh kebahagiaan walaupun kehidupan perekonomian yang seadanya. Mereka sempat menetap di Taiwan selama 5 tahun hingga dikaruniai dua orang anak. 

Pada tahun 2006 mereka pulang ke Indonesia dan menetap di daerah Karawang dengan keadaan yang masih harmonis. Namun setelah beberapa lama, Valencya mengetahui perilaku buruk suaminya yang sering bermalas-malasan, mabuk, berjudi, merokok, dan suaminya juga jarang pulang sampai tidak menafkahi anak dan istri selama 6 bulan selain itu,suaminya pernah mengintimidasi serta mengeluarkan kata-kata kasar yang mengancam kondisi mental valencya namun ia tetap berharap bahwa suaminya bisa merubah perilaku dan perkawinannya semakin membaik mengingat kondisi psikologis anak-anak mereka.

Kejanggalan terjadi pada tanggal 7 Agustus 2019, Valencya kehilangan Akta Perkawinan Nomor 26/A-I/2000 dari tempat penyimpanan dokumen keluarga di rumahnya dan tidak ditemukan, pada tanggal 20 Agustus 2019 ia melakukan konsultasi kepada kuasa hukum dan disarankan untuk membuat laporan kehilangan dan pada tanggal 21 Agustus 2019, Valencya akhirnya melaporkan peristiwa tersebut ke Polsek Teluk Jambe Timur yang dibuktikan Surat Tanda Penerimaan Laporan Kehilangan Barang/Surat-surat Nomor: STPL/427/VIII/2019/Sek.Tlj Timur.

Berdasarkan kejadian tersebut, Valencya mengajukan perceraian terhadap suaminya, Chan Yung Ching pada tanggal 4 September 2019 ke Pengadilan Negeri Karawang 1B dan diputus pada tanggal 2 Januari 2020 dengan gugatan dikabulkan sebagian kemudian pada tanggal 12 Mei 2020 dilakukan putusan banding dengan putusan "menolak eksepsi pemohon banding"

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dalam suatu rumah tangga maka suami dan istri mempunyai hak dan kewajiban hukum masing-masing dan tentunya wajib baik suami maupun istri untuk melaksanakan kewajiban hukumnya masing-masing atau saling memenuhi kewajiban hukumnya dan tidak dapat bersegi satu dalam arti suami saja yang melaksanakan kewajiban atau istri saja yang hanya dapat mendapat/menuntut hak, ataupun sebaliknya. Bahwa sesuai dengan peraturan perundang-undangan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tidak bisa jika hanya suami saja yang melaksanakan kewajiban sedangkan istri hanya dapat mendapat/menuntut haknya.

Berdasarkan Putusan No. 335/Pid. Sus/2021/PN Kwg menyatakan Terdakwa Chan Yung Ching tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif, sehingga terdakwa dibebaskan dari dakwaan alternatif yang didakwakan Penuntut Umum. Lalu untuk tidak menghilangkan kepastian hukum ditetapkannya barang bukti berupa selembar Kutipan Akta Perkawinan (Asli) No. 26/A-I/2000 tanggal 11 Februari 2000 oleh Kantor Catatan Sipil Kotamadya Pontianak.

Maka, berdasarkan pembahasan kasus tersebut penulis beropini bahwa Pernikahan merupakan suatu ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk menciptakan kebahagiaan sebagai pasangan suami istri. Mereka yang sudah menikah harus memenuhi hak dan kewajibannya sebagai suami istri serta berjuang untuk menciptakan kebahagiaan atau keharmonisan dalam rumah tangganya, tetapi apabila suami istri tidak bertanggung jawab atas hak dan kewajibannya maka akan mengakibatkan sebuah perselisihan yang menimbulkan suatu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat berupa kekerasan psikis,fisik,seksual atau ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun