Mohon tunggu...
Lisa Puspa Karmila
Lisa Puspa Karmila Mohon Tunggu... Universitas Indonesia

Bidan yang kadang menulis, kadang bercerita. Tidak selalu menulis, tapi percaya setiap tulisan bisa jadi ruang berbagi pengalaman dan ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Love

Ghosting, Apakah Hanya Masalah Komunikasi?

30 September 2025   22:18 Diperbarui: 30 September 2025   22:18 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seseorang yang menjadi korban ghosting (Sumber: pexels.com)

“Lagi intens chat tiap hari, tiba-tiba nomornya hilang, pesan cuma centang satu, dan dia lenyap tanpa kabar.”
Fenomena ini akrab disebut ghosting. Istilah yang awalnya populer di dunia percintaan digital kini sudah jadi bagian dari kosakata sehari-hari. Tapi pertanyaannya adalah kenapa ghosting bisa begitu marak? Oke.. kenapa aku bisa bilang marak? karena saat bermain medsos entah itu instagram, tiktok atapun threads aku sering mendengar istilah tersebut dan banyak yang mengaku jadi korban ghosting. 

Apa itu Ghosting?

Ghosting berasal dari kata ghost alias hantu, menggambarkan seseorang yang menghilang begitu saja tanpa jejak, tanpa penjelasan. Dalam konteks hubungan, ghosting berarti tiba-tiba memutus komunikasi tanpa memberi alasan yang jelas. Biasanya terjadi di tahap pendekatan (PDKT) atau bahkan saat hubungan sudah berjalan.

Fenomena ini makin sering terjadi seiring berkembangnya aplikasi kencan dan media sosial. Di ruang digital, koneksi begitu mudah terjalin tapi sekaligus mudah diputuskan. Cukup dengan satu klik blokir atau unfollow, seseorang bisa hilang begitu saja dari hidup orang lain.

Kenapa Orang Melakukan Ghosting?

Ada beberapa alasan kenapa seseorang memilih ghosting:

  1. Takut Konflik
    Banyak orang merasa sulit untuk jujur saat ingin mengakhiri hubungan. Memberi alasan dianggap bisa menimbulkan pertengkaran, sehingga cara paling “aman” menurut mereka adalah… menghilang.

  2. Jalan Pintas Instan
    Hidup di era serba cepat membuat orang terbiasa mencari solusi singkat. Kalau merasa nggak cocok, ya tinggal hilang tanpa basa-basi.

  3. Kurang Dewasa Secara Emosional
    Ghosting sering jadi tanda seseorang belum siap menghadapi konsekuensi emosional dari pilihannya. Daripada mengelola perasaan orang lain, ia memilih kabur.

  4. Ada Pilihan Lain
    Di dunia online, selalu ada “cadangan.” Saat merasa tidak klik dengan satu orang, gampang saja pindah ke yang lain.

Dampak Ghosting: Nggak Sepele

Terkadang bagi yang mengalami, ghosting bisa meninggalkan luka psikologis. Rasa bingung, kecewa, sampai muncul pertanyaan “aku kurang apa?” sering menghantui. Tak jarang, hal ini memunculkan rasa tidak percaya pada hubungan berikutnya.

Sementara bagi yang melakukan ghosting, pola ini bisa jadi kebiasaan buruk. Setiap kali ada masalah, ia akan memilih menghindar, bukan menyelesaikan. Lama-lama, kemampuan komunikasi dan emosinya bisa tumpul.

Menariknya, ada sebuah penelitian menemukan bahwa korban ghosting pada kelompok usia dewasa awal (18–25 tahun) mengalami psychological distress pada tingkat sedang. Artinya, meski ghosting sering dianggap sepele atau “hal biasa” di era digital, dampaknya nyata terhadap kesehatan mental. Distress psikologis ini mencakup rasa cemas, kehilangan motivasi, dan menurunnya rasa percaya diri.

Budaya Instan dan Ghosting

Fenomena ghosting tidak bisa dilepaskan dari budaya instan yang tumbuh subur di era digital. Sekarang, hampir semua hal bisa didapat cepat: makanan tinggal pesan, transportasi cukup klik, bahkan pasangan pun bisa dicari lewat aplikasi.

Ketika segalanya serba instan, muncul juga kecenderungan mengakhiri sesuatu dengan instan. Daripada repot menjelaskan alasan, cukup tekan tombol blokir dan selesai. Di sini ghosting bukan hanya masalah individu, melainkan juga cermin bagaimana budaya instan mengubah cara kita berhubungan dengan orang lain.

Komunikasi yang Hilang

Di era teknologi komunikasi yang sangat maju, justru banyak orang kehilangan kemampuan komunikasi dasar yakni menyampaikan perasaan dengan jujur dan sehat. Padahal, memberi penjelasan bukan hanya soal menghargai orang lain, tapi juga melatih diri untuk bertanggung jawab atas keputusan yang kita ambil.

Penutup

Ghosting memang tampak seperti solusi mudah, tapi dampaknya bisa panjang. Bukan hanya bagi yang ditinggalkan, tapi juga bagi yang melakukannya. Fenomena ini memperlihatkan bahwa di balik kemudahan teknologi, ada nilai-nilai komunikasi yang makin tergerus.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun