Mohon tunggu...
Lisa Puspa Karmila
Lisa Puspa Karmila Mohon Tunggu... Universitas Indonesia

Bidan yang kadang menulis, kadang bercerita. Tidak selalu menulis, tapi percaya setiap tulisan bisa jadi ruang berbagi pengalaman dan ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Self Love: Perawatan Diri atau Gaya Hidup Konsumtif?

29 September 2025   18:23 Diperbarui: 2 Oktober 2025   21:27 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini istilah self love jadi istilah baru yang sering muncul di media sosial. Saat scroliing aku jadi ingat sering melihat unggahan dengan caption "I deserve this" atau "hadiah kecil untuk diri sendiri" ketika seseorang membeli skincare baru, liburan ke Bali, atau sekadar ngopi di coffee shop hits. Fenomena ini sebenarnya terkadang bikin bertanya-tanya, apakah itu benar bentuk cinta pada diri sendiri, atau hanya gaya hidup konsumtif yang dibungkus rapi dengan istilah keren bernama self love?

Apa Itu Self Love?

Secara psikologis, self love berarti sikap menerima diri apa adanya, merawat kesehatan fisik dan mental, serta memberi penghargaan pada diri sendiri. Konsep ini penting karena tanpa mencintai diri, seseorang bisa mudah terjebak dalam stres, rendah diri, bahkan depresi. Bentuk self love sejatinya sederhana yakni tidur cukup, makan sehat, olahraga, menetapkan batasan, dan menjaga hubungan sosial yang sehat.

Namun dalam budaya populer, makna self love sering melebar. Ia tak lagi sekadar menjaga kesehatan mental, melainkan identik dengan aktivitas konsumtif yakni belanja barang branded, staycation di hotel mewah, hingga membeli produk skincare berlapis-lapis. Akhirnya muncul pertanyaan, apakah self love sudah bergeser menjadi alasan untuk mengonsumsi lebih banyak?

Dua Wajah Self Love

Ada dua sisi dalam praktik self love yang berkembang saat ini:

  1. Self Love yang Sehat
    Bentuk ini fokus pada perawatan diri yang realistis. Misalnya rutin berolahraga, meditasi, journaling, atau sekadar istirahat tanpa merasa bersalah. Aktivitas ini memang tidak selalu terlihat "wah", tapi manfaatnya nyata untuk kesehatan jangka panjang.

  2. Self Love yang Konsumtif
    Di sisi lain, self love kerap dijadikan dalih untuk belanja impulsif. Misalnya membeli sepatu baru padahal masih banyak koleksi lama, atau memesan liburan mahal dengan alasan "butuh healing". Mungkin jika dilakukan berlebihan, perilaku ini bisa menjerumuskan ke masalah finansial baru. Alih-alih menyembuhkan, justru menambah stres.

Fenomena di Indonesia

Di Indonesia, tren self love banyak terlihat di kalangan anak muda, terutama generasi milenial dan Gen Z. Survei ZAP Beauty Index 2024 bahkan menunjukkan bahwa Gen Z cenderung lebih impulsif dalam membeli produk skincare dibanding generasi lain. Artinya, istilah self love sering kali jadi pembenaran untuk perilaku konsumtif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun