Mohon tunggu...
LINES
LINES Mohon Tunggu... Relawan - LDII News Network

Menulis adalah cara untuk berbagi perspektif. Saling menghargai adalah kunci untuk bertukar perspektif

Selanjutnya

Tutup

Politik

HUT RI, Merevitalisasi Semangat Gotong-royong dalam Berbangsa dan Bernegara

17 Agustus 2021   13:05 Diperbarui: 17 Agustus 2021   13:13 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga LDII bergotong-royong membagikan daging kurban untuk warga isoman di Semarang. Dok. DPW LDII Jateng

 Ideologi itu, menurut John Locke salah satu penggagas liberalisme, mensyaratkan rakyat yang bebas dalam hak-hak politik, yang meliputi hak atas hidup, hak atas kebebasan, hak untuk kepemilikan (life, liberty, property). Dalam perkembangannya, liberalisme menciptkan individualisme yang berseberang dengan konsep gotong-royong.

Individualisme menciptakan kondisi untuk mementingkan diri sendiri dan kelompok, dan mengabaikan kepentingan lain. Kemaslahatan umum berubah menjadi kemaslahatan pribadi. Inilah yang menjadi tantangan besar kebangsaan Indonesia hari ini. Padahal, rasa satu kebangsaan yang terpatri jauh sebelum lahirnya Republik Indonesia, merupakan keunikan bangsa Indonesia yang dihormati bangsa-bangsa lain. Indonesia dengan keragaman suku, agama, dan ras bisa bersatu karena ikatan batin sebagai satu bangsa.

Persoalannya, pada masa depan, ikatan batin sebagai suku-suku yang ditindas imperialisme dan kolonialisme bisa memudar saat berhadapan dengan deru globalisasi dan isu-isu keadilan sosial. Hari ini, bangsa dan negara Indonesia bisa mengikat wilayah dan rakyat di dalamnya dengan empat pilar kebangsaan dalam wujud Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Ikatan ini bisa melonggar bahkan terganggu, ketika informasi dengan mudah menyusup dalam satuan sosial terkecil atau keluarga.

Sehingga menciptakan kesadaran bersama, sejauh mana alinea keempat Pembukaan UUD 1945 terlaksana. Ketimpangan dan ketidakadilan sosial bisa berpotensi menciptakan disintegrasi bangsa. Saat musuh kolektif -- imperialisme dan kolonialisme -- tak ada lagi, maka rakyat bisa mempertanyakan keseriusan pelaksanaan Pembukaan UUD 1945.

Untuk itu, pemerataan pembangunan menjadi sangat penting. Pembangunan infrastruktur, baik di darat maupun pesisir untuk memperlancar transportasi di laut, untuk memperkecil ketimpangan perlu mendapat dukungan semua pihak. Jangan sampai kebijakan pemerintah itu, tidak berjalan dengan baik karena gap pengetahuan antara perumus kebijakan dan pelaksana di lapangan. 

Atau, bahkan terhambat karena korupsi. Pasalnya, ketika ketimpangan dan ketidakadilan sosial relatif kecil, rakyat Indonesia di berbagai pelosok provinsi menikmati kondisi adil dan makmur, serta sejahtera. Sebaliknya, ketidakpuasan rakyat yang merasa terabaikan mampu mendorong sikap permusuhan yang menggocang kebangsaan. Mereka pun makin termarjinalisasi, ketika dianggap sebagai anti-Pancasila atau anti-NKRI. Padahal persoalannya adalah kesenjangan dan ketidakadilan.

*Ir. H. Chriswanto Santoso, M.Sc, Ketua Umum DPP LDII

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun