Mohon tunggu...
LINES
LINES Mohon Tunggu... Relawan - LDII News Network

Menulis adalah cara untuk berbagi perspektif. Saling menghargai adalah kunci untuk bertukar perspektif

Selanjutnya

Tutup

Politik

Matinya Superman dan Bahaya Komunikasi Politik Populis

4 Agustus 2021   06:30 Diperbarui: 4 Agustus 2021   06:48 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: blogs.lse.ac.uk

Hal ini berkebalikan dengan Prabowo Subiyanto, yang dicitrakan sebagai pemarah dan pelanggar HAM serta memiliki ikatan masa lalu dengan Orde Baru (Thahara et al., 2019). 

Meskipun, Jokowi dan Prabowo memiliki banyak kesamaan dalam program kerja bila terpilih, terutama kemandirian bangsa dalam politik, ekonomi, dan budaya namun penggambaran Prabowo yang bagian dari Orde Baru ("Bukan bagan dari Kami") membuatnya kesulitan merebut hati masyarakat Indonesia.  

Selain mampu menciptakan kesan "bagian dari kami" dalam teori kepemimpinan baru, Jokowi merupakan pemimpin yang lahir karena konteks. Dalam berbagai kasus, pemimpin muncul karena kondisi dan konteks. 

Luhut B. Pandjaitan seorang politisi dan purnawirawan yang saat ini menjadi Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, mengatakan pada Beritasatu News Channel pada 2014, ia telah melakukan riset panjang mengenai pemimpin idaman rakyat Indonesia sejak 2002. 

Ia mengatakan, pemimpin yang didambakan rakyat Indonesia pascareformasi adalah seseorang yang bisa disentuh rakyat, bagian dari mereka.

Konsultan politik dan pendiri Lingkaran Survei Indonesia Denny JA, menyebut pemimpin besar muncul karena konteks, bahwa ia dibutuhkan oleh zamannya (JA, Denny, 2021). Persoalannya, menurut Denny JA akankah sejarah menandai seorang pemimpin tersebut berhasil mengatasi krisis, atau justru makin membenamkan bangsa tersebut ke dalam kesulitan yang berkepanjangan. 

Dalam konteks keindonesiaan, enam presiden sebelumnya memiliki ciri khas masing-masing meskipun merasa menjadi bagian dari rakyat Indonesia, pada dasarnya mereka tak tersentuh. Kondisi itu mendorong rakyat Indonesia berharap hadirnya pemimpin yang bisa diajak bicara secara langsung, mendengarkan, dan tidak hanya memerintah untuk melaksanakan sesuatu tapi membuat orang "menginginkan" untuk berkontribusi (Haslam, 2011). 

Para pemimpin tersebut dianggap hanya beretorika soal peduli rakyat di atas podium, namun minim berdiskusi atau hadir di tengah masyarakat.

Politisi Luhut B. Pandjaitan dalam sebuah taklkshow dengan Beritasatu News Channel melihat karakter para pemimpin nasional itu, dan menarik antitesa dengan menghadirkan sosok Jokowi -- yang merupakan mitra bisnisnya dalam ekspor mebel -- ke tengah masyarakat yang rindu pemimpin yang membumi dan bebas dari pengaruh Orde Baru.

Persoalannya, setelah berhasil menyentuh kesadaran kolektif masyarakat, dan menjadikan diri sebagai bagian dari kita, keberhasilan suatu kepemimpinan sangat bergantung kepada konsistensi dalam melaksanakan kontrak politik antara aktor dan para pendukungnya. 

Ketidakonsistenan hanya mengakibatkan seorang pemimpin ditinggalkan oleh kelompok atau pengikutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun