Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan budaya sangat beragam. Salah satu kekayaan tersebut tercermin pada rumah adat yang dimiliki setiap daerah. Rumah adat bukan hanya sekadar tempat tinggal, melainkan juga menyimpan nilai sejarah, filosofi, dan tradisi yang diwariskan turun-temurun. Di antara berbagai rumah adat yang ada, Rumah Malige dari Sulawesi Tenggara menjadi salah satu yang istimewa. Rumah ini berasal dari suku Buton dan dulunya digunakan sebagai kediaman resmi Sultan Buton beserta keluarganya. Dengan bentuk bertingkat empat dan konstruksi tanpa paku, Rumah Malige menunjukkan kecerdikan, keterampilan, serta nilai kearifan lokal yang patut dibanggakan.
Sejarah dan Fungsi Rumah Malige
Rumah Malige dibangun pada masa Kesultanan Buton, sebuah kerajaan maritim yang berpusat di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Kesultanan ini berdiri sejak abad ke-14 dan menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, dan kebudayaan di wilayah timur nusantara. Rumah Malige berfungsi sebagai istana Sultan, tempat tinggal keluarganya, sekaligus pusat kegiatan adat dan pemerintahan. Nama "Malige" sendiri diambil dari bahasa setempat yang berarti kemuliaan, menggambarkan status rumah ini sebagai simbol kehormatan.
Arsitektur dan Bahan Bangunan
Rumah Malige memiliki empat tingkat dengan fungsi yang berbeda. Tingkat pertama digunakan untuk aktivitas keluarga sehari-hari seperti berkumpul, makan, dan beristirahat. Tingkat kedua berfungsi untuk menerima tamu penting dan mengadakan pertemuan adat. Tingkat ketiga digunakan sebagai tempat penyimpanan barang berharga dan arsip penting. Tingkat keempat difungsikan sebagai ruang khusus untuk berdoa atau menyimpan pusaka.
Bangunan ini dibuat seluruhnya dari kayu, terutama kayu jati dan kayu besi yang terkenal kuat. Sambungan antarkayu tidak menggunakan paku, melainkan pasak kayu yang disusun dengan teknik khusus sehingga kokoh dan tahan lama. Atapnya biasanya menggunakan sirap kayu atau daun rumbia, yang mampu menahan panas dan hujan.
Makna filosofi
Struktur empat tingkat pada Rumah Malige memiliki makna mendalam. Tingkat pertama melambangkan kehidupan keluarga, tingkat kedua melambangkan hubungan sosial, tingkat ketiga melambangkan tanggung jawab pemerintahan, dan tingkat keempat melambangkan kedekatan spiritual dengan Tuhan.
Penggunaan pasak kayu juga mengandung pesan persatuan: setiap bagian rumah saling menguatkan satu sama lain, seperti halnya masyarakat yang harus bekerja sama untuk menjaga keharmonisan.
Kegiatan di Rumah Malige
Pada masa lalu, Rumah Malige sering menjadi tempat diadakannya upacara adat seperti penobatan Sultan, perayaan besar, dan musyawarah kerajaan. Para tamu dari berbagai daerah bahkan dari luar negeri diterima di rumah ini. Keberadaan Rumah Malige tidak hanya menjadi simbol pemerintahan, tetapi juga pusat kegiatan budaya dan diplomasi.
Pelestarian di Masa Kini
Kini, Rumah Malige tidak lagi digunakan sebagai istana Sultan, tetapi telah menjadi cagar budaya yang dilindungi. Pemerintah daerah bersama masyarakat setempat menjaga bangunan ini agar tetap utuh. Setiap tahun, diadakan festival budaya di sekitar Rumah Malige, menampilkan tarian tradisional, musik khas Buton, dan pameran kerajinan. Kegiatan ini bertujuan memperkenalkan Rumah Malige kepada generasi muda serta menarik minat wisatawan untuk mengenal lebih dekat sejarah dan budaya Buton.
Rumah Malige adalah bukti nyata kejayaan Kesultanan Buton dan kecerdasan nenek moyang dalam membangun hunian yang kuat, indah, dan sarat makna. Arsitekturnya yang unik, filosofinya yang mendalam, dan sejarahnya yang panjang menjadikan rumah ini lebih dari sekadar bangunan. Rumah Malige adalah identitas budaya yang harus dijaga. Dengan terus merawat dan mempromosikannya, masyarakat tidak hanya melestarikan warisan nenek moyang, tetapi juga menanamkan rasa bangga kepada generasi penerus. Selama kearifan lokal seperti ini dijaga, kekayaan budaya Indonesia akan tetap hidup dan menjadi sumber inspirasi di masa depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI