Mohon tunggu...
Lina M
Lina M Mohon Tunggu... Lainnya - Wisteria

There's gonna be another mountain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Princess Marini Tertahan untuk Pulang

1 April 2020   06:52 Diperbarui: 16 April 2020   22:05 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Halo!"

Aku menoleh ke arah panggilan. Seorang perempuan kira-kira berusia tiga puluhan akhir berdiri santai, tersenyum kepadaku. Aku menoleh kesana-kemari dan lagi-lagi melihat betapa sepinya rumah kos ini. Jelas-jelas perempuan itu memanggilku. Aku mengangguk sambil tersenyum.

"Nggak pulang?" tanyanya.

Aku menggeleng. Bukankah mudik tidak diperbolehkan oleh pemerintah, batinku. Seharusnya orang-orang sudah tahu tapi mengapa perempuan itu masih basa-basi menanyakan hal itu padaku.

"Anak-anak di sini banyak yang pulang kampung. Aku kira tinggal aku sendirian yang masih di sini, ternyata aku masih ada teman," ia tertawa terkekeh sambil bertepuk tangan garing.

"Siapa namamu?" Ia mengulurkan tangan. Aku menolak berjabat tangan dan melangkah mundur seraya membungkukkan badan dengan santun. Ia tertawa lalu minta maaf telah khilaf.

"Anna," jawabku singkat.

Ia menyebutkan namanya. Kami bercakap-cakap sebentar. Sebentar? Ya! Kulihat ia sangat antusias untuk mengajak ngobrol panjang lebar tetapi aku tidak dapat membiarkannya. Aku memotong pembicaraannya, mengatakan ingin tidur dan bekerja ketika ia sedang asyik menceritakan betapa sepinya beberapa hari terakhir. Dalam hati aku mengejek, dasar perawan lapuk!

 Ia menatapku sebentar sebelum akhirnya aku mengeluarkan kunci dari saku jaketku. Aku memperlambat gerakan untuk memberinya kesempatan memandangku lebih leluasa. Ia terlihat asing denganku. Ya, tentu saja. Selain aku sibuk, aku juga termasuk jarang tinggal di kos ini. Biasanya aku balik kos seminggu sekali karena aku lebih sering pulang ke apartemen kakakku, Nia.

"Kamu ada acara malam ini?" tanyanya sebelum aku benar-benar menutup pintu. Dengan terpaksa aku mengeluarkan kepalaku sebatas leher, menggeleng.

"Kita bisa ngobrol di sana. Aku akan memesan beberapa makanan," katanya memberi tawaran sekaligus dengan gestur yang memaksa. Aku pun memberi tanggapan dengan mimik terpaksa. Aku mengangguk perlahan. Klik! Aku mengunci pintu kamar dan menarik kembali tirai jendela yang menghadap lorong kos. Yang kubuka hanyalah jendela yang memang dinding terluar gedung ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun