Mohon tunggu...
Lim Hendra
Lim Hendra Mohon Tunggu... Dosen, Pelatih dan Pembicara

Sedang belajar untuk menjadi lebih baik setiap hari

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Memulai Lembaran Baru

5 Mei 2012   14:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:39 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Leave the past behind, today my life begins

—Bruno  Mars

Wajar jika kebanyakan orang suka hal-hal baru. Mulai dari baju, sepatu, rumah, mobil atau bahkan istri baru, kecuali masalah baru tentunya. Untuk bisa mendapatkan hal-hal baru, ada satu prinsip yang wajib dipatuhi. Meski prinsip ini sederhana, tetapi ternyata tidak mudah—tinggalkan hal-hal lama. Ibarat orang naik tangga, anak tangga sebelumnya harus ditinggalkan agar bisa bergerak naik ke atas untuk tiba di anak tangga baru. Itu saja, sederhana tetapi memang tidak mudah. Ibarat orang yang sedang menyetir mobil, untuk bisa sampai di tujuan di depan ia harus selalu melihat dan berjalan ke depan. Jalan yang sudah ia lewati jelas ia harus tinggalkan. Jika masih asyik menikmati jalan yang sudah lewati, bukankah itu namanya jalan di tempat. Dan bahkan jika terlalu rindu dengan jalan di belakang kemudian akhirnya memasang gigi mundur, jelas ia akan tidak pernah sampai ditujuan. Selain tak akan pernah sampai, ia juga memperbanyak beban pikiran dan penderitaan yang sudah amat teramat banyak. Sehingga, pada akhirnya hidup hanya berisi derita karena ia tidak menyisakan ruang untuk kebahagiaan yang sesungguhnya sudah tersedia di saat ini.

Sayangnya, masih banyak manusia yang suka sekali hidup dengan gigi mundur. Ia tiba-tiba berhenti dari menikmati kebahagiaan dan sukacita saat ini dan dengan otomatis memasang gigi mundur. Memori lama diputar. Kenangan pahit diingat  dan dirasakan hingga hati kembali perih dan pedih dan airmata pun menetes. Wajar  jika kepedihan dan kesedihan membuat kita menangis. Tidak ada yang salah dengan menangis. Yang ditakutkan adalah semakin sering gigi mundur dipasang,  kebahagiaan menjadi semakin jauh dari genggaman. Di saat itu terjadi, hidup akhirnya hanya berisi penyesalan, kepedihan dan airmata.

Untuk para sahabat yang sering terperangkap di masa lalu,  ingat bahwa kebahagiaan dan sukacita saat ini jauh lebih berharga daripada kenangan dan kepedihan yang telah berlalu.  Lupakan kepedihannya,  ingat selalu pelajaran yang diberikannya. Tanpa mampu memetik hikmah dan manfaatnya, sebuah kepedihan terasa semakin sia-sia. Dari gambar profil seorang sahabat di blackberry, tulisan ini meminjam kata-kata berikut ini: “You may love the wrong person and cry for the wrong reason, but mistakes will help you find right person for a good reason.” Tanpa pernah salah, hidup tak akan pernah mengajarkan mana yang benar. Senantiasa benar, kesalahan dianggap tabu dan menjadi musuh. Bukankah salah satu tujuan sekaligus perjalanan dalam hidup ini tidak lain dan tidak bukan adalah belajar. Pengalaman adalah guru yang paling berharga, katanya. Tapi, pengalaman tidak akan pernah menjadi guru jika kehidupan masih terjebak dalam mentalitas gigi mundur.

Paragraf berikut ini ingin bertutur tentang sebuah awal untuk memulai hidup baru, memulai lembaran baru. Hidup menghadirkan kesempatan baru setiap hari. Maha biksu Thich Nhat Hanh mengajarkan untuk menyosong hari yang baru dengan nikmat dan syukur. “24 jam yang baru telah hadir bagi saya,” ujarnya seringkali. Jika 24 jam baru ini digunakan untuk hidup dalam 24 jam yang lama yang telah entah berapa lama berlalu, bukankah hidup menjadi sia-sia. Kita hidup hanya sekali, yaitu di saat ini.  Dan untuk bisa memulai lembaran baru, lembaran lama harus ditutup. Salah satu caranya adalah dengan membuka pintu hati selebar-lebarnya untuk maaf. Bukan saja memaafkan orang lain yang dianggap salah, namun paling penting adalah maaf kepada diri sendiri. Di saat berdamai dengan diri sendiri sudah terwujud, maaf dan damai untuk orang lain terasa lebih mudah.

Memaafkan dan melupakan sosok yang telah menggoreskan luka dan perih di hati kita memang tidak semudah terbitnya mentari pagi. Di saat luka lama kembali hadir, dan hati menangis perih, kebencian ikut hadir tanpa diundang. Ia wajar adanya. Tapi, jika ini terus dibiarkan dan diteruskan, itu artinya diri ini mengijinkan dilukai berkali-kali. Oleh sebab itu, memaafkan dan melupakan menjadi keharusan jika ingin hidup menjadi ringan dan bahagia. Membawa kebencian kemana-mana hanya akan membuat nafas terasa sesak dan hidup terasa berat. Memaafkan dan melupakan bisa dilakukan dengan mantra dua kalimat berikut ini. “Aku memaafkanmu.” Ucapkan terus ketika pikiran menyeret ke kepedihan dan keperihan. Setiap kali pikiran menyeret, setiap kali juga ucapkan mantra itu. “Aku memaafkanmu.” Bukankah kita tidak sempurna dan kekeliruan dan kesalahan kita juga pernah menciptakan derita kepada orang lain. Dan, jika bukan karena kita belum sempurna, wajar jika kita jadi terluka.

Orang-orang terkasih yang setia hadir telah berusaha menghadirkan senyum dan kebahagiaan agar hidup menjadi indah dan bermakna untuk dijalani. Hargai kasih dan kepedulian mereka. Bangkitlah dari penyesalan dan keterpurukan yang sesungguhnya hanyalah perangkap pikiran semata. Pasang gigi maju dan menataplah ke depan karena apa yang sudah terjadi tidaklah punya harga sama sekali jika dibandingkan dengan kesempatan dan kebahagiaan di saat ini. Memaafkan dan melupakan adalah energi pendorong untuk melangkah maju ke depan. Ucapakan mantra  “Aku memaafkanmu” untuk langkah kaki semakin ringan dan hati menjadi tenang. Menggendong kebencian kemana-mana sama seperti orang yang membawa kentang busuk kemana-mana. Diri sendiri yang mencium bau busuknya dimana-mana.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun