Mohon tunggu...
Limantina Sihaloho
Limantina Sihaloho Mohon Tunggu... Petani - Pecinta Kehidupan

Di samping senang menulis, saya senang berkebun, memasak (menu vegetarian), keluar masuk kampung atau hutan, dan bersepeda ontels.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Di Jakarta Ompung Pergi ke Starbuck

8 Juli 2010   04:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:01 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ini lanjutan cerita dari ompung-ke-jakarta, hehe. [caption id="attachment_188612" align="alignleft" width="260" caption="(Sumber: "][/caption] Sudah seminggu kedua ompung si Arta di Jakarta, di daerah Slipi. Walau kota ini begitu macet, mereka bela-belain juga pergi ke rumah Namboru si Arta, anak perempuan paling kecil dari kedua Ompungnya di Depok. Sempat bermalam di sana kedua ompung selama dua hari. Lalu si Arta menjemput mereka kembali ke Slipi. Ompung-doli, sang kakek, sudah rindu minum kopi di kedai macam yang biasa dia lakukan di Samosir. Di kedai kopi, biasalah jumpa ompung doli ini dengan kawan-kawannya, mengobrol tentang apa saja. Kedai kopi di Samosir biasanya ramai di pagi dan sore hari. Di Jakarta, sudah seminggu tak minum kopi macam di Samosir. Setelah tiga hari di Jakarta, ompung doli menelpon Amani-Poltak, bertanya bagaimana kabar mereka di Samosir. Delapan ekor kerbau ompung berada dalam pemeliharaan Amani Poltak selama kedua ompung di Jakarta. "Cuma dua minggunya kami di Jakarta", begitu kata ompung doli si Arta kepada Amani Poltak. "Tak adanya kedai kopi di sini Arta?" tanya ompung doli kepada si Arta cucunya di hari minggu sore. "Kalau macam yang di Samosir, tak ada Ompung. Kalau Ompung mau ke kedai, kita bisa pergi ke Starbuck, di sana mereka jual kopi dan banyak orang ke sana minum," sahut si Arta. "Macam mana bentuk Starbuck ini?" tanya ompung boru, nenek si Arta. "Ikut ajalah Ompung, biar ompung tahu ya", kata si Arta kepada ompung borunya. Bertiga, berangkatlah mereka ke sebuah kafe Starbuck. Bukan macam yang di Samosir kedai kopi orang ini, pikir ompung doli dan ompung boru. "Ayo Pung, di sinilah kita duduk," ajak si Arta kepada kedua ompungnya ke sebuah meja dekat kaca dari mana mereka bisa melihat orang-orang lalu lalang di luar kafe. Arta memesan tiga gelas kopi untuk mereka bertiga. "Adanya lampet di sini Arta?" tanya ompung boru. "Kalau lampet Ompung, nggak ada. Kue-kue ada, itu aja ya Pung," kata si cucu. "Itupun jadilah", sahut ompung boru. Arta mengeluarkan dan meletakkan laptop kecilnya di atas meja dan mulai berkemas untuk memeriksa facebook dan email. Di dinding facebooknya, Arta segera menuliskan: "Sedang di Starbuck bersama kedua Ompungku dari Samosir." Segera, teman-teman sefesbuknya pun memberikan komentar. "Cucu yang baik, masih sempat membawa ompungnya jalan-jalan, ke Starbuck lagi. Salam sama ompungmu ya," tulis Hotman. "Kapan ya, aku bisa bawa ompungku yang di Sidikalang ke Jakarta?" tulis Roma. "Mau dong ikutan dengan kalian," tulis Nana, teman sekerja si Arta. Ompung doli memperhatikan situasi di Starbuck itu sejak mereka masuk sampai kopi mereka di gelas masing-masing sudah tinggal separoh. Arta berusaha menjelaskan kepada kedua ompungnya bahwa manusia zaman sekarang, terutama anak-anak muda seperti dirinya bisa terhubung dengan siapa saja dan kapan saja selama 24 jam asalkan ada internet. Kedua ompung berusaha untuk memahami penjelasan cucu mereka. "Di Samosir pun sudah ada yang macam begini Ompung, tapi kita perlu ke Pangururan", jelas si Arta kepada kedua ompungnya yang mengira internet hanya ada di Jakarta. Pangururan itu ibukota kecamatan di Samosir, letaknya dekat Gunung Pusuk Buhit). Setelah hampir tiga jam mereka duduk-duduk, mengobrol, main internet di Starbuck itu, mereka bergegas pulan ke rumah. Arta memanggil salah satu pelayan untuk membayar kopi dan kue yang mereka makan. "237.500 semuanya Mbak", jawab si pelayan sambil memegang bon yang sudah dia print-out-kan. Arta mengeluarkan uang dari dompetnya sejumlah 250.000. "Sisanya ambil saja ya!" kata si Arta kepada si pelayan itu. "Cuma minum kopi dan makan kue macam itu harganya 200-an ribu Arta?" tanya ompung boru memastikan. "Biasanya itu ompung kalau di Jakarta," jawab si cucu. "Bah, uang segitu kan sudah bisa beli dua kaleng beras!" imbuh ompung boru.*** Catt: Amani Poltak artinya bapaknya si Poltak. Masyarakat Batak biasanya memanggil orang yang sudah mempunyai anak dengan nama anak pertama di dalam keluarga tetapi ini hanya di antara sesama orang dewasa menurut adatnya. Lampet (baca:lappet) adalah sejenis kue yang terbuat dari tepung beras yang dikukus bersama parutan kelapa dan gula (merah atau putih) dibungkus daun pisang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun