Mohon tunggu...
LILLIAN HARIYANTO PUTRI
LILLIAN HARIYANTO PUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa jurusan Hubungan Internasional di UPN Veteran Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Food Diplomacy Indonesia: Bantuan Pangan sebagai Wujud Solidaritas terhadap Myanmar Pasca Gempa 2025

14 Mei 2025   20:10 Diperbarui: 14 Mei 2025   20:10 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Food diplomacy atau diplomasi pangan merupakan salah satu bentuk dari soft diplomacy yang memanfaatkan makanan sebagai sarana untuk mencapai kepentingan nasional suatu negara. Konsep ini berkembang dari pemahaman bahwa makanan tidak hanya merupakan kebutuhan dasar manusia, tetapi juga memiliki nilai simbolik, identitas budaya, serta potensi ekonomi yang besar.

Dalam konteks diplomasi, makanan digunakan sebagai alat soft power yang dapat mempererat hubungan antarnegara, membangun citra positif suatu bangsa, serta membuka peluang perdagangan dan investasi di sektor pangan dan kuliner.

Dalam konteks kemanusiaan, food diplomacy memiliki kaitan yang erat dengan upaya global untuk mengurangi kelaparan di berbagai penjuru dunia, dengan sasaran penerima bantuan yang beragam, mulai dari orang-orang yang terdampak konflik, kemiskinan, kelangkaan sumber daya, hingga korban bencana alam maupun bencana yang disebabkan oleh manusia. Salah satu contoh dari food diplomacy adalah bantuan pangan yang diberikan oleh Indonesia kepada Myanmar sebagai akibat dari peristiwa gempa bumi yang melanda negara tersebut.

Pada 28 Maret 2025, terjadi gempa bumi dengan kekuatan 7,7 skala Ritcher yang berpusat di wilayah Sagaing, dekat kota Mandalay, Myanmar. Bencana ini menyebabkan lebih dari 3.500 orang meninggal dunia, hampir 5000 orang terluka, dan lebih dari 200 orang dilaporkan hilang.

Gempa bumi tersebut telah menyebabkan hancurnya infrastruktur dasar seperti rumah sakit, sekolah, dan jalur transportasi. Hal ini membuat masyarakat Myanmar kesulitan mengakses pangan dan air bersih, sehingga krisis pangan menjadi perhatian utama karena sistem distribusi hancur dan cadangan logistik nasional Myanmar tidak mampu memenuhi kebutuhan yang mendesak.

Adanya gempa ini juga semakin memperparah krisis kemanusiaan yang telah berlangsung akibat konflik sipil dan ketidakstabilan politik di negara tersebut.

Dalam kondisi yang terdesak, pemerintah Myanmar menyampaikan permohonan bantuan kemanusiaan kepada negara-negara lain maupun kepada organisasi internasional. Meskipun terdapat kendala pada kondisi politik internal yang kurang baik, permintaan bantuan tersebut diterima baik oleh negara-negara tetangga, termasuk Indonesia.

Sebagai bentuk solidaritas dan komitmen kemanusiaan, serta kepedulian terhadap ketahanan pangan di tengah bencana, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian mengirim bantuan pangan untuk korban gempa bumi di Myanmar pada 3 April 2025. Bantuan yang diberikan terdiri dari 5 ton susu UHT dari tujuh perusahaan pengolahan susu di Indonesia, 5 ton sosis siap santap, serta 5 ton minyak goreng.

Selain itu, Indonesia melalui kementerian lainnya juga turut mengirimkan bantuan berupa mie instan, makanan pendamping ASI, makanan siap saji, susu protein, hingga rendang kemasan. Bantuan ini dikirim dengan melibatkan berbagai instansi, seperti TNI, BNPB, Kementerian Luar Negeri, Basarnas, Baznas, dan Kementerian Kesehatan.  

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menekankan bahwa bantuan ini merupakan wujud dari semangat "One ASEAN-One Community" dan "One ASEAN-One Response", serta upaya untuk meningkatkan citra positif Indonesia di kawasan.

Langkah ini tidak hanya menunjukkan kepedulian terhadap sesama negara ASEAN, tetapi juga merupakan bagian dari strategi food diplomacy Indonesia dalam memperkuat hubungan bilateral dan peran regionalnya.

Dalam situasi di mana bantuan internasional mengalami pemotongan dana, seperti yang dialami oleh World Food Programme (WFP) yang terpaksa mengurangi bantuan pangan di Myanmar, inisiatif Indonesia ini menjadi sangat penting. Dengan menyediakan makanan siap saji dan dukungan logistik lainnya, Indonesia membantu mengisi kekosongan bantuan dan menunjukkan peranannya dalam diplomasi pangan di kawasan.

Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa dengan memberikan bantuan pangan kepada negara yang sedang dilanda krisis merupakan cara konkret untuk menunjukkan empati, memperkuat hubungan regional, dan meminimalisir potensi ketegangan akibat ketimpangan bantuan atau penanganan krisis yang lambat. Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia telah menjadi simbol universal yang sangat kuat untuk membangun koneksi emosional dan moral antara pemberi dan penerima bantuan.

Melalui pemberian bantuan pangan, sebuah negara dapat menunjukkan nilai-nilai seperti solidaritas, gotong royong, dan kepedulian yang merupakan bagian dari identitas nasionalnya, sehingga dapat membentuk citra positif di mata internasional.

Selain itu, food diplomacy memungkinkan terbentuknya diplomasi multilateral dalam bentuk kerja sama antara negara pemberi bantuan dengan organisasi regional dan internasional, seperti ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance (AHA Centre), World Food Programme (WFP), maupun Palang Merah Internasional. Dalam proses ini, food diplomacy membuka ruang kolaborasi lintas aktor, baik pemerintah, organisasi internasional, LSM, dan sektor swasta, sehingga memperkuat efektivitas dan legitimasi bantuan yang disalurkan.

Pemberian bantuan pangan ke Myanmar dapat juga menjembatani atau membuka peluang kerja sama pertanian, ketahanan pangan, dan teknologi pangan di masa depan. Misalnya, setelah menerima bantuan pangan dan melihat efektivitas sistem logistik Indonesia, Myanmar atau negara lain yang pernah menjadi penerima bantuan dapat tertarik untuk menjalin kerja sama bilateral di bidang teknologi pertanian, perdagangan produk pangan, atau sistem ketahanan pangan.

Bantuan pangan yang dikirimkan Indonesia ke Myanmar ini merupakan wujud nyata dari strategi food diplomacy yang mengedepankan solidaritas, kemanusiaan, dan kerja sama regional. Langkah ini tidak hanya membantu masyarakat Myanmar yang terdampak, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai aktor penting dalam penanganan bencana dan krisis kemanusiaan di kawasan ASEAN.

Dengan demikian, food diplomacy tidak hanya dalam bentuk bantuan kemanusiaan saja, tetapi juga sebagai instrumen multidimensi yang mencakup aspek politik luar negeri, stabilitas kawasan, promosi nilai dan citra negara, serta penguatan kerja sama jangka panjang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun