Food diplomacy atau diplomasi pangan merupakan salah satu bentuk dari soft diplomacy yang memanfaatkan makanan sebagai sarana untuk mencapai kepentingan nasional suatu negara. Konsep ini berkembang dari pemahaman bahwa makanan tidak hanya merupakan kebutuhan dasar manusia, tetapi juga memiliki nilai simbolik, identitas budaya, serta potensi ekonomi yang besar.
Dalam konteks diplomasi, makanan digunakan sebagai alat soft power yang dapat mempererat hubungan antarnegara, membangun citra positif suatu bangsa, serta membuka peluang perdagangan dan investasi di sektor pangan dan kuliner.
Dalam konteks kemanusiaan, food diplomacy memiliki kaitan yang erat dengan upaya global untuk mengurangi kelaparan di berbagai penjuru dunia, dengan sasaran penerima bantuan yang beragam, mulai dari orang-orang yang terdampak konflik, kemiskinan, kelangkaan sumber daya, hingga korban bencana alam maupun bencana yang disebabkan oleh manusia. Salah satu contoh dari food diplomacy adalah bantuan pangan yang diberikan oleh Indonesia kepada Myanmar sebagai akibat dari peristiwa gempa bumi yang melanda negara tersebut.
Pada 28 Maret 2025, terjadi gempa bumi dengan kekuatan 7,7 skala Ritcher yang berpusat di wilayah Sagaing, dekat kota Mandalay, Myanmar. Bencana ini menyebabkan lebih dari 3.500 orang meninggal dunia, hampir 5000 orang terluka, dan lebih dari 200 orang dilaporkan hilang.
Gempa bumi tersebut telah menyebabkan hancurnya infrastruktur dasar seperti rumah sakit, sekolah, dan jalur transportasi. Hal ini membuat masyarakat Myanmar kesulitan mengakses pangan dan air bersih, sehingga krisis pangan menjadi perhatian utama karena sistem distribusi hancur dan cadangan logistik nasional Myanmar tidak mampu memenuhi kebutuhan yang mendesak.
Adanya gempa ini juga semakin memperparah krisis kemanusiaan yang telah berlangsung akibat konflik sipil dan ketidakstabilan politik di negara tersebut.
Dalam kondisi yang terdesak, pemerintah Myanmar menyampaikan permohonan bantuan kemanusiaan kepada negara-negara lain maupun kepada organisasi internasional. Meskipun terdapat kendala pada kondisi politik internal yang kurang baik, permintaan bantuan tersebut diterima baik oleh negara-negara tetangga, termasuk Indonesia.
Sebagai bentuk solidaritas dan komitmen kemanusiaan, serta kepedulian terhadap ketahanan pangan di tengah bencana, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian mengirim bantuan pangan untuk korban gempa bumi di Myanmar pada 3 April 2025. Bantuan yang diberikan terdiri dari 5 ton susu UHT dari tujuh perusahaan pengolahan susu di Indonesia, 5 ton sosis siap santap, serta 5 ton minyak goreng.
Selain itu, Indonesia melalui kementerian lainnya juga turut mengirimkan bantuan berupa mie instan, makanan pendamping ASI, makanan siap saji, susu protein, hingga rendang kemasan. Bantuan ini dikirim dengan melibatkan berbagai instansi, seperti TNI, BNPB, Kementerian Luar Negeri, Basarnas, Baznas, dan Kementerian Kesehatan. Â
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menekankan bahwa bantuan ini merupakan wujud dari semangat "One ASEAN-One Community" dan "One ASEAN-One Response", serta upaya untuk meningkatkan citra positif Indonesia di kawasan.
Langkah ini tidak hanya menunjukkan kepedulian terhadap sesama negara ASEAN, tetapi juga merupakan bagian dari strategi food diplomacy Indonesia dalam memperkuat hubungan bilateral dan peran regionalnya.