Mohon tunggu...
Lilih Wilda
Lilih Wilda Mohon Tunggu... lainnya -

Ho ho ho

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tolong, Jangan Pukul Lagi !

14 Desember 2012   10:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:40 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1355481588230149240

ilustrasi : http://tabloidjubi.com

Kendaraan yang lalu lalang di hari yang terik itu seperti tak dihiraukannya. Suara jalanan yang bising pun tak dapat mengalihkan perhatian anak itu. Berjalan sendiri di trotoar bercat merah. Dengan wajah tertunduk dalam, seperti menyimpan beban berat yang menggayuti kepalanya. Beberapa kali, matanya yang bening itu mengeluarkan butir air sampai membasahi pipinya.

Ia menghela nafas panjang, lalu menghentikan langkah cepatnya. Sepertinya Imron menemukan tempat yang rindang untuk sejenak beristirahat, karena tubuh ringkihnya mulai merasa lelah. Sebentar kemudian mengusap peluh yang bercucuran di wajah mungilnya sambil menyeka pipinya yang juga basah.

Di bawah pohon mahoni yang tinggi dengan cabang-cabang yang menjulang, Imron menerawang mengingat kejadian di kelas beberapa jam yang lalu. "Imron.. Ibu kan sudah bilang coba kamu berusaha membetulkan tulisanmu!" Setengah berteriak ibu guru memarahinya. Seluruh isi ruangan mendadak hening, teman-temannya menoleh ke arah Imron dengan tatapan sinis. "Ibu guru sangat pandai membuat aku malu di depan kawan-kawanku." Gumam imron dalam hati

Menurut ibu guru tulisan Imron selalu salah, huruf-hurufnya terbalik. Sebetulnya bukan mau Imron, tapi entah mengapa semua tulisan berlompatan ketika ia membacanya, mengapa semua huruf-huruf itu berterbangan di atas kepala Imron ketika ia akan menuliskan kedalam buku tulisnya.

Hari sudah semakin senja, matahari telah condong ke arah barat, warnanya pun mulai memucat dan meredup. Imron masih saja tidak mau beranjak dari tempat duduknya semula. Dalam tekadnya, dia tidak ingin kembali ke sekolah. Imron benci sekolah.

Imron juga tidak ingin pulang. karena ia tahu di rumahpun akan menerima hukuman dari ibunya. Imron harus menahan sakit karena pukulan ibunya. Bak-buk gagang sapu yang panjangnya satu meter itu mengenai tubuhnya. "Ma sakit maaa..." Imron merintih.

"Kamu membuat ibumu malu. Kamu bodoh, kamu bodooooooh!" bukannya mengurangi hantaman ibu Imron malah makin menjadi-jadi menghantamkan benda tumpul itu ke tubuh Imron.

Imron lupa, kapan ibunya menghentikan pukulannya yang bertubi-tubi itu. Yang ia ingat ketika ayam mulai berkokok di pagi hari, Imron merasakan sakit di sekujur tubuhnya dan ternyata badannya penuh dengan lebam berwarna biru. "Aduuuh!" gumam Imron. Imron hanya bisa bergegas ke kamar mandi, lalu menyiram tubuhnya dengan air dingin. Menggigil dan rasa perih tak lagi dirasa Imron, atau ia memang tak ingin membuat ibunya marah lagi.

Hari ini setelah usai sekolah, ibu guru seperti biasa, kehilangan kesabarannya dalam membimbing Imron di dalam kelas, dan tergopoh-gopoh menceritakan kebodohan Imron pada ibunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun