Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Piala Asia Tinggalkan Ilmu tentang Netralitas dalam Pemilu

13 Februari 2024   12:04 Diperbarui: 13 Februari 2024   12:55 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi netralitas dalam pemilu. (Sumber gambar: Kompas/Heryunanto)

Pendek kata, setiap orang memiliki motivasi sendiri-sendiri dengan memberikan dukungan bagi pihak-pihak yang dianggap bisa mewakili perasaan mereka.

Pesta Bola di Qatar dan Netralitas dalam Pemilu di Indonesia

Kita beralih sejenak ke urusan dalam negeri yang sedang seru-serunya menghiasi perbincangan rakyat Indonesia. Isu panas tentang pejabat negara dan aparat-aparatnya yang disinyalir tidak netral menjadi bumbu pedas dalam pesta demokrasi yang tengah kita rayakan.

Konon, demokrasi kita tengah diuji dengan adanya masalah netralitas dalam pemilu.

Ada sebuah pertanyaan yang bikin resah banyak orang. Mengapa begitu susah para pejabat dan para abdi negara bersikap netral dalam pemilu sesuai ketentuan yang telah digariskan?

Bagaimana jika kita coba pasang seutas benang untuk menghubungkan gelaran Piala Asia dengan pemilu di negara kita? Sepertinya ada setitik persamaan antara pesta demokrasi di Indonesia dan pesta sepak bola di Qatar sana.

Membahas urusan pemilu tak harus dengan wajah berkerut, nanti cepat tua. Yuk, rileks dulu dengan bait-bait pantun menjelang waktu pencoblosan tiba.

Dukungan yang digelorakan bagi sebuah tim sepak bola mungkin terlihat tidak memberikan dampak besar bagi dirinya. Namun, banyak orang tetap menunjukkan keberpihakan kepada suatu tim sepak bola dengan "imbalan" rasa suka belaka.

Para pendukung tim sepak bola Jepang, Qatar, Iran, atau tim negara mana saja mungkin tidak mendapatkan materi, kedudukan, apalagi jabatan atas jerih payah mereka. Bahkan, sekadar ucapan terima kasih tak mereka dapatkan.

Tanpa beroleh kenikmatan (kecuali gembira), para pendukung sepak bola tetap berapi-api menyuarakan dukungannya. Mereka rela membuang kesempatan beroleh "kenyamanan" dengan bersikap netral dan menikmati tontonan seru sembari menyesap kopi dan ongkang-ongkang kaki.

Nah, kita telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri "ulah" para supporter sepak bola di Piala Asia. Hanya berbekal kepentingan "ala kadarnya", banyak orang rela menguras tenaga dan mungkin juga biaya demi menyuarakan dukungannya. Bagaimana pula orang bisa sukarela bersikap netral ketika melihat kepentingan yang lebih besar?

Barangkali kita bisa belajar sedikit ilmu tentang sulitnya memegang netralitas dalam pemilu dari pergelaran Piala Asia yang baru berlalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun