Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Hidup dalam Tumpukan Kartu

14 Desember 2018   17:50 Diperbarui: 14 Desember 2018   18:16 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.tribunnews.com

Setelah sekian lama tidak berurusan dengan dokter---Alhamdulillah diberi kesehatan---kemarin sore saya harus mengunjungi seorang dokter di sebuah rumah sakit untuk keperluan pemeriksaan dan pengobatan. Proses pemeriksaan oleh dokter berjalan lancar. Pemesanan obat di apotek juga tidak menemui hambatan. Masalah baru muncul di depan kasir.

Karena perusahaan tempat saya bekerja menyediakan asuransi kesehatan bagi para pegawainya, dengan senang hati saya memanfaatkannya. Hal yang mengejutkan terjadi tatkala sang kasir mengatakan bahwa kartu asuransi saya tidak bisa digunakan.

Tidak mungkin kartu saya tak bersaldo. Premi dibayarkan secara otomatis, sekian persen dari subsidi perusahaan dan sisanya dipotong dari gaji bulanan. Saya amat yakin saldonya pun masih banyak karena nyaris sepanjang tahun ini saya tidak menggunakannya.

Karena penasaran, saya menelpon petugas kantor yang menangani personalia, termasuk urusan kesehatan pegawai. Si petugas meminta saya memotret kartu saya dan mengirimkannya kepadanya melalui sarana whatsapp. Ia berjanji akan menanyakan permasalahan ini kepada vendor yang menangani asuransi kesehatan pegawai.

Tak lama setelah menerima kiriman foto kartu, ia membalas pesan saya dengan mengatakan bahwa kartu saya kedaluwarsa. Ia menambahkan penjelasan bahwa kartu baru yang berlaku sudah dibagikan kepada seluruh pegawai beberapa bulan lalu, disertai foto contoh kartu miliknya.

Saya tak ingat akan kartu baru yang dimaksudkan oleh teman saya. Karena tak ingin berlama-lama di rumah sakit, saya pun mendaftar atas beban biaya pribadi.

Sembari menunggu antrean pasien di depan ruang praktek dokter, iseng-iseng saya membongkar dompet. Dalam keterkejutan yang menggembirakan, saya menemukan kartu asuransi kesehatan seperti yang dicontohkan teman kantor saya. Ternyata ia terselip di antara tumpukan kartu di sela-sela labirin dompet saya. Untung saja saya tak marah-marah waktu menanyakan persoalan ini.

Demi menghemat uang yang tak banyak lagi tersedia di dompet, saya memaksakan diri mengulang proses antre di depan loket pendaftaran.

Dompet Disesaki Kartu

Saya merasakan hidup semakin bergantung kepada kartu. Kini hampir semua urusan dunia diselesaikan dengan kartu. Sebabnya kartu memang ekonomis dan praktis. Kegunaannya banyak dan dimensinya dirancang untuk bisa tersimpan rapi dalam dompet.

Dalam dunia perbankan, semakin menurun peranan uang kartal karena fungsinya telah banyak digantikan oleh berbagai  bentuk kartu, seperti kartu debit, kartu kredit, kartu e-money, dan lain-lain. Bagi yang gemar belanja tentu akan selalu menenteng kartu diskon dan kartu anggota beberapa tempat belanja. Seorang kutu buku tak mungkin meninggalkan kartu perpustakaan di rumah. Para aktivis politik akan menyimpan rapi kartu anggota partai dalam dompet mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun