Mohon tunggu...
Lilia Gandjar
Lilia Gandjar Mohon Tunggu... Tutor - Penikmat aksara dan pencinta kata-kata.

Penyuka dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Miss, Miss Kok Enggak Nikah Lagi?"

5 Juni 2020   05:00 Diperbarui: 5 Juni 2020   05:08 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | www.shutterstock.com

Sedap dan tegang. Dua kata yang mewakili kata pernikahan. Sebab menikah itu membawa kegembiraan. Tetapi disisi lain, menikah itu harus siap dengan beragam masalah yang akan muncul.

Aneka masalah pernikahan akan timbul kapanpun. Konflik sehari-hari, kualitas hubungan, masalah komunikasi, komitmen, hingga masalah intimasi. (1) Jadi tidak heran jika Kemenag mengharuskan calon pengantin memiliki sertifikat layak nikah. (2)

Menikah bukan hanya menyalurkan kasih sayang. Disamping perasaan, menikah perlu mempersiapkan strategi keuangan, manajemen kesehatan, keahlian-keahlian parenting, pengetahuan tentang cara-cara hubungan intim, manajemen konflik, dan lainnya.

Pernikahan itu suci dan sakral bukan ajang coba-coba.

Pernikahan: Satu Kali Seumur Hidup

"But because of the temptation to sexual immorality, each man should have his own wife and each woman her own husband."
ESV, 1 Corinthians 7 : 2

Pernikahan itu serius, sebab seharusnya hanya terjadi satu kali. Satu pernikahan seumur hidup. Satu suami dan satu isteri.

Bertahan dengan satu komitmen pernikahan butuh banyak pengorbanan. Memerlukan kesabaran juga pengetahuan yang cukup. Masing-masing pihak dituntut mengendalikan diri.

"if anyone is above reproach, the husband of one wife, and his children are believers and not open to the charge of debauchery or insubordination."
ESV, Titus 1 : 6

Satu komitmen matang menikah akan membentuk masyarakat yang lebih baik. Segala hal yang ada di dalam keluarga akan menjadi pondasi tatanan bermasyarakat.

Budaya di masyarakat adalah kumpulan budaya-budaya di dalam keluarga. Etos-etos dalam masyarakat akan menjadi karakter negara. Jadi, keluarga adalah miniatur negara.

Keteladanan dalam keluarga akan menentukan kualitas pemimpin-pemimpin di masa depan. Sehingga perselingkuhan atau pelanggaran janji nikah adalah contoh yang buruk untuk anak-anak.

Pertimbangkanlah segala perilaku dalam pernikahan. Sebab orang tua berfungsi sebagai pemberi impartasi. Contoh-contoh perilaku buruk orang tua akan ditiru anak-anak.

***

Seorang ayah berang dengan kematian tiba-tiba putrinya. Dia ingin membongkar misteri kematian itu.

Tiga hari setelah putrinya dikubur, sang ayah menyelidiki kamar sang putri. Di dalam suatu lemari dia temukan barang-barang pribadi putrinya. Di lemari lain dia temukan pakaian dan pernak-pernik remaja.

Tibalah si ayah pada lemari terakhir. Dia sangat terkejut dengan isi lemari tersebut.

Sebuah foto dirinya bersama putrinya dengan coretan "I Love You, Dad". Jarum suntik, heroin, berbotol-botol minuman keras dan rokok.

Perceraian

"And he said to them, "Whoever divorces his wife and marries another commits adultery against her, and if she divorces her husband and marries another, she commits adultery."
ESV, Mark 10 : 11 - 12

Perceraian adalah ketidaksiapan menghadapi pernikahan. Jika perceraian akhirnya terjadi, menikah kembali bukanlah hal yang baik. Kawin cerai yang terjadi terus menerus menandakan pelecehan terhadap lembaga pernikahan.

Laki-laki yang sengaja menceraikan isterinya untuk menikah dengan wanita lain, dia terhitung berjinah. Begitu pula dengan wanita. Wanita yang sengaja menceraikan suaminya untuk menikah dengan laki-laki lain, dia melakukan perjinahan.

"For a married woman is bound by law to her husband while he lives, but if her husband dies she is released from the law of marriage. Accordingly, she will be called an adulteress if she lives with another man while her husband is alive. But if her husband dies, she is free from that law, and if she marries another man she is not an adulteress."
ESV, Roman 7 : 2 - 3

Seorang wanita yang telah menikah, dia akan terus terikat dengan suaminya seumur hidup. Menikah kembali setelah bercerai tidak membebaskan seorang wanita dari ikatan pernikahan awal. Wanita terbebas dari ikatan pernikahan jika suaminya meninggal.

Sekalipun harus ada perceraian, akibatnya perlu dipikul dengan tanggung jawab. Sebab pada kasus perceraian, tuntutan terhadap wanita lebih berat. Terlebih pada wanita-wanita muda.

Menjaga Kekudusan Hidup

"To the unmarried and the widows I say that it is good for them to remain single, as I am. But if they cannot exercise self-control, they should marry. For it is better to marry than to burn with passion."
ESV, 1 Corinthians 7 : 8 - 9

Selain menikah, ada pula pilihan untuk hidup selibat. Janda-janda muda perlu melatih self-control. Sebab selama mantan suaminya hidup, janda-janda ini tetap memiliki ikatan dengan mantan suami di mata Tuhan.

Sedangkan janda-janda yang suaminya telah meninggal, mereka memiliki pilihan untuk menikah. Walaupun pilihan selibat tetap lebih baik untuk seorang janda.

Harga ketidaksiapan menempuh mahligai pernikahan untuk wanita sangat mahal. Pilihan pertama adalah menjalankan sisa hidup dengan selibat. Pilihan kedua, menikah kembali tetapi selalu terhitung sebagai perjinahan.

"And the unmarried or betrothed woman is anxious about the things of the Lord, how to be holy in body and spirit."
ESV, 1 Corinthians 7 : 34a

Kesalahan terjadi di masa lalu. Saat ini, perlu lebih bijak melangkah dan bertindak. Wanita-wanita yang bercerai pun dapat menjadi mempelai Tuhan dan hidup kudus.

Bagaimana menjaga kekudusan hidup? Hidup yang berfokus pada ibadah kepada Tuhan. Mempersembahkan tubuh sebagai korban yang hidup. Artinya, memelihara tubuh tetap sehat dan tidak melakukan hubungan intim dengan laki-laki manapun.

Kebijakan social distancing di new normal berguna untuk janda. Sebab kontak fisik antara wanita dan pria dapat terjadi tanpa sengaja. Misalnya saja di commuter atau tempat-tempat publik yang penuh sesak.(*)

*Untuk menjawab pertanyaan seorang murid.*

Referensi:

(1) Saidiyah, S. & Julianto, V. Oktober 2016. Problem Pernikahan dan Strategi Penyelesaiannya: Studi Kasus pada Pasangan Suami Istri dengan Usia Perkawinan di Bawah Sepuluh Tahun. Jurnal Psikologi Undip Vol. 15 No. 2. Universitas Diponegoro.

(2) Ul Haq, M.F. Sertifikat Nikah Akan Diwajibkan, Kemenag Siapkan SDM di KUA. detikNews.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun