Mohon tunggu...
Alifa Syamsi
Alifa Syamsi Mohon Tunggu... Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia

sedang senang membaca dan mencoba senang (konsisten) menulis.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Tersenyum Tapi Menyindir: Fungsi Pragmatik dalam Komunikasi Digital

14 Juni 2025   10:01 Diperbarui: 14 Juni 2025   10:01 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Cuitan X Tertawa Berbagai Arti Emoji Menurut Gen Z (Sumber: https://x.com/iladasilfar/status/1874378993786613997?s=46&t=zrc0diGLlsoSOO_9M)

 Cuitan X Tertawa Menggunakan Emoji Tersenyum untuk Sarkas (Sumber: https://x.com/bingowaltz/status/1859903058492445014?s=46&t=zrc0diGLlsoSOO_9M69RHg)
 Cuitan X Tertawa Menggunakan Emoji Tersenyum untuk Sarkas (Sumber: https://x.com/bingowaltz/status/1859903058492445014?s=46&t=zrc0diGLlsoSOO_9M69RHg)

            Implikatur konversasional dapat juga dianalisis melalui Prinsip Kerja Sama Grice. Bahasa emoji terkadang melanggar prinsip ini secara sengaja atau tidak. Hal tersebut dapat menyebabkan kesalahpahaman dan tidak tersampaikannya pesan dengan baik. Prinsip Kerja Sama memungkinkan penutur menyampaikan makna tersirat melalui empat maksim; kuantitas (quantity), kualitas (quality), relevansi (revelation), dan cara (manner).

  • Maksim Kuantitas dalam penggunaan emoji berkaitan dengan banyaknya informasi yang disampaikan dengan tepat, tidak kurang dan tidak lebih. Misalnya, pergantian kata-kata dengan emoji, namun tetap memiliki pesan atau informasi yang cukup.
  • Dalam Maksim Kualitas gunakan emoji yang jujur dan sesuai dengan maksud. Misalnya, jangan kirim emoji "" yang nyatanya implikaturnya emoji tersebut merupakan bentuk sarkasme atas kekesalan.
  • Maksim Relevansi mengharuskan emoji relevan dengan konteks. Misalnya saat mengirim kalimat "oke siap " tidak relevan secara langsung. Pesan tersebut dapat menyiratkan bahwa lawan bicara terlihat konyol atau tidak tulus.
  • Maksim Cara dalam emoji bisa saja digunakan untuk membuat pesan lebih jelas dan tidak membingungkan. Emoji bisa melanggar jika terlalu simbolik atau ambigu.

            Terkadang, penutur sengaja melanggar maksim untuk menciptakan makna tersirat. Hal ini yang disebut sebagai implikatur konversasional. Saat ini emoji yang dapat digunakan sangat banyak dan bervariasi. Selain ekspresi wajah, terdapat juga emoji hewan, tumbuhan, benda, kendaraan, dan lainnya. Meskipun emoji dirancang untuk membantu atau melengkapi pesan dan emosi dalam komunikasi digital, nyatanya tidak semua emoji dapat dimaknai sama oleh semua orang. Penggunaan emoji memiliki potensi ambiguitas bahkan salah tafsir.

 Cuitan X Tertawa Berbagai Arti Emoji Menurut Gen Z (Sumber: https://x.com/iladasilfar/status/1874378993786613997?s=46&t=zrc0diGLlsoSOO_9M)
 Cuitan X Tertawa Berbagai Arti Emoji Menurut Gen Z (Sumber: https://x.com/iladasilfar/status/1874378993786613997?s=46&t=zrc0diGLlsoSOO_9M)

Mengapa emoji bisa menjadi ambigu?

            Emoji memiliki makna yang sangat kontekstual bergantung pada situasi, relasi, dan budaya pengguna. Misalnya emoji "" berarti slay atau "santai aja". Akan tetapi, dapat juga diartikan sebagai "cantik" atau bahkan sarkas. Selain itu, perbedaan relasi sosial dan generasi menjadi pengaruh besar dalam pemaknaan suatu emoji. Misalnya, generasi tua mungkin seringkali menggunakan emoji "" sebagai ekspresi senang. Sementara itu, generasi muda lebih sering menggunakan emoji tersebut untuk perhalusan sindiran atau senyuman di balik kekecewaan. Emoji juga dapat menjadi alat untuk pengganti perasan intonasi, ekspresi wajah, dan gestur tubuh dalam komunikasi lisan. Namun, hal tersebut menjadi beresiko karena memungkinkan untuk penerima salah menafsirkan dan pesan menjadi gagal dipahami bahkan menyinggung. Sebagai contoh, ungkapan seperti "keren deh " dapat membingungkan, pesan serius merupakan pujian atau justru sarkas? Makna emoji tidak hanya datang dari bentuk visualnya saja, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hal ini juga menjadi salah satu alasan yang menyebabkannya komunikasi digital rawan miskomunikasi.

            Penting untuk peka terhadap berbagai faktor untuk menafsirkan suatu pesan. Dalam kajian pragmatik, menekankan bahwa komunikasi bukan hanya soal apa yang dikatakan, tapi juga apa yang dimaksud. Emoji memperlihatkan bahwa dapat menjadi bagian dari strategi komunikasi.

            Emoji merupakan simbol yang sudah menjadi bagian dari keseharian dalam komunikasi digital. Akan tetapi, seringkali hal ini dilupakan bahwa emoji bukan hanya sekadar gambar, tapi juga menyimpan makna yang luas bahkan tersirat yang lebih dalam. Di balik satu emoji dapat bermakna sindiran halus, kekesalan yang disamarkan, bahkan kode yang tidak disadari semua orang. Di era komunikasi yang serba cepat dan penuh simbol, kita dituntut untuk lebih kritis, sadar akan konteks, dan tidak asal baca.

            Melalui teori implikatur dan Prinsip Kerja Sama Grice, emoji merupakan hal kecil namun fungsinya tidak bisa diremehkan dalam komunikasi digital. Emoji sering membawa makna tersirat yang hanya bisa dipahami lewat konteks dan pengetahuan bersama. Dalam beberapa kasus, emoji juga dapat melanggar Prinsip Kerja Sama yang menciptakan ambiguitas. Karena itu, memahami emoji tidak cukup hanya dari bentuknya saja, tetapi juga diperlukan konteks dan relasi. Dalam dunia digital, emoji bukan hanya simbol, tetapi juga bisa menjadi bahasa 'terselubung'.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun