Mohon tunggu...
Masayu Kirania Rahman
Masayu Kirania Rahman Mohon Tunggu... Pelajar

I love Kim Hongjoong, movies and fictions. Did I mention "I love Kim Hongjoong" before?

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Aku, Tari, yang Hanya Sempat Menitipkan Bisik. Sudikah Kau Meneriakkannya Untukku?

23 September 2025   18:17 Diperbarui: 25 September 2025   08:38 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalian mungkin sudah mendengar angka tentang Gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus). Populasi gajah di Sumatra diperkirakan masih 2.800-4.800 individu pada 1980-an. Kemudian, pada 2007, Departemen Kehutanan menyatakan, jumlahnya turun menjadi 2.400-2.800 individu.  Hanya dalam 10 tahun, populasi merosot hingga 21,2%—setara kehilangan sekitar 700 individu. Sehingga pada tahun 2017, jumlahnya hanya berkisar antara 1.694-2.038 individu.

Dalam perhitungan terakhir pada 2019, populasi kami diprediksi hanya tertinggal 928-1.379 individu. Kami yang tersisa hidup di 23 kantong populasi yang tersebar di seluruh Sumatera, antara lain lima kantong di Aceh, masing-masing empat kantong di Riau dan Sumatra Selatan, serta masing-masing dua kantong di Jambi dan Lampung. Aku adalah satu dari angka itu yang masih bertahan. Tak pelak, Lembaga Konservasi Alam Internasional (IUCN) menetapkan kami sebagai salah satu satwa liar dengan status Critically Endangered, artinya tinggal selangkah lagi bagi Gajah Sumatra menuju kepunahan.

Hanya dalam empat dekade, kami kehilangan lebih dari 70% populasi. EEHV bukan hanya masalah di Indonesia. Virus ini telah membunuh puluhan anak gajah di seluruh dunia, termasuk di kebun binatang terkemuka. Di Indonesia, kasusnya sering tak terdokumentasi dengan baik dan kematian seperti yang ku alami adalah pukulan telak bagi kelangsungan spesies kami. Ini berarti akan semakin berkurangnya daya reproduksi, lebih sedikit harapan bagi regenerasi, dan semakin rapuhnya komunitas yang bergantung pada kehadiran kami.

Dari sudut pandangku, hidup ini sederhana: aku butuh makan, aku butuh ibuku, aku butuh jejak yang aman untuk berjalan. Namun manusia membagi dunia menjadi garis—hutan untuk mereka, ladang untuk mereka—dan kami kerap terseret ke pinggir. Kalian bahkan menganggap kami hama tanaman karena kami menyantap padi dan buah-buahan milik kalian. Tapi, bukankah sawah dan perkebunan yang kalian tanami, sejatinya adalah rumah kami?

Yang Menjaga Sisa Harapan

Meski begitu, tidak semua manusia menutup mata. Di Tesso Nilo ada pawang, dokter hewan, dan tim patroli yang siang-malam mengawasi, memantau, dan merawat kami. Mereka disebut “Flying Squad” atau tim penyelamat gajah yang bekerja tanpa banyak sorotan. Mereka selalu memberi kami vitamin, memeriksa darah, menjaga kebersihan lingkungan, dan berusaha untuk menangkal ancaman seperti penyakit. Dalam kematianku, para ahli dan konservasionis mengingatkan kepada publik tentang pentingnya deteksi dini dan penguatan sistem kesehatan satwa. Itu harapan nyata yang harus selalu kalian dukung.

Kalau aku bisa bicara lebih panjang lagi, aku ingin kalian untuk melakukan hal sederhana ini: bagikan artikel ini dengan tagar #SuaraUntukTari dan #SelamatkanGajahSumatra, dukunglah upaya tim Flying Squad Tesso Nilo atau organisasi seperti Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo (YTNTN) atau WWF Indonesia yang setiap hari berjuang melindungi kami, dan ingat, pilih produk yang bersertifikat RSPO (sawit berkelanjutan). Tanyakan pada perusahaan, apakah mereka menjunjung tinggi zero deforestation? Karena itu semua berdampak pada rumah kami.

Kepada Kementerian LHK @ditjenksdae dan BBKSDA Riau, kami meminta komitmen yang lebih kuat untuk penelitian EEHV, penguatan koridor satwa, dan penegakan hukum terhadap perusakan habitat. Dunia memang sudah melihat kemajuan riset, namun jalan panjangnya masih butuh banyak tenaga dan dana.

Warisanku Bukan Duka

Aku menutup surat ini bukan untuk meminta belas kasihan, tapi untuk meminta ingatan. Jangan biarkan namaku menjadi sekadar headline yang cepat terlupakan. Jadikan aku alasan untuk bertindak—bukan hanya menaruh bunga di pemakaman berita, tetapi memberikan suara pada kebijakan yang melindungi habitat, mendukung tim patroli, dan mendanai penelitian penyakit satwa.

Kepada Ibu, terima kasih. Ibu adalah dunia pertama dan terakhirku. Aku akan selalu ingat aroma khas Ibu, yang selalu mengingatkanku pada rumah. Tolong jangan terlalu bersedih. Teruslah berjalan dengan kawanan, hidupilah namaku, Lestari. Aku titipkan juga salam untuk Domang, kakak yang selalu menemaniku bermain. Katakan padanya, ia harus terus menjaga para anggota keluarga dari bahaya.

Dengan laju kepunahan ini, para ahli memprediksi Gajah Sumatra bisa punah di alam liar dalam 10-20 tahun mendatang. Kematianku bukan sekadar duka, melainkan pengingat akan detak jam kepunahan yang terus berjalan. Tubuhku mungkin telah tiada, suaraku telah padam, tetapi pesanku yang kuserahkan kepada kalian—jangan sampai. Jiwaku kini menyatu dengan semesta, menjadi energi yang kuharap dapat menginspirasi kalian untuk menjaga kelestarian hutan dan satwa liar lainnya.

Bila kata 'harapan' pernah disematkan padaku, biarlah ia bertumbuh kembali melalui tindakan kalian: mendengarkan, bertindak, dan merawat rumah yang kita tinggali bersama. Pilihanku telah habis. Sekarang, pilihan ada di tangan kalian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun