Mohon tunggu...
Lia Sukriati
Lia Sukriati Mohon Tunggu... Freelancer - ghostwriter, web content writer, copywriter

Seorang ibu yang banyak tinggal di rumah, menghabiskan waktu di depan laptop, keluar rumah hanya untuk antar anak ke sekolah, hobi travelling, baca, menulis, dan belanja online, suka skip resep masakan tapi jarang dipraktekkin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Intensifikasi hingga Agroindustri, Harapan bagi Pertanian Nasional

8 Agustus 2020   15:45 Diperbarui: 8 Agustus 2020   15:42 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terlihat para petani melepas lelah di lahan sawah yang semakin menyempit tergerus pembangunan jalan tol serta pemukiman baru di sudut kota Bandung. Dokpri.

Bidang pertanian sebenarnya tidaklah asing di telinga masyarakat Indonesia, mengingat sebutan negara kita yang terkenal sebagai negara agraris, dimana sebagian besar rakyatnya bermata pencahariaan sebagai petani.

Bahkan karena kemajuan sektor pertanian ini juga lah, Indonesia berhasil berswasembada pangan pada tahun 1984, walaupun tidak berlangsung lama. Seiring berkembangnya zaman, lambat-laun bidang pertanian sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan.

Apalagi dengan banyak didirikannya kawasan perindustrian, menjadikan kaum muda tanah air lebih memilih menjadi buruh-buruh pabrik serta pelaku industri dibandingkan sebagai petani.

Kalaupun masih ada yang bertahan, itu hanyalah kaum generasi lama yang akhirnya juga harus menyerah dengan kehabisan lahan garapan, yang menyusut seiring terdesaknya kebutuhan ekonomi, sehingga terpaksa menjual lahan pertanian mereka untuk dijadikan kawasan pemukiman perkotaan serta kawasan industri.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelum reformasi, program transmigrasi menjadi faktor pendukung kemajuan pertanian nusantara. Karena dengan program transmigrasi ini membuka peluang bagi para transmigran dengan membuka lahan baru untuk dijadikan lahan pertanian.

Program transmigrasi ini dilakukan mengingat masih banyaknya lahan kosong di Indonesia yang belum dimanfaatkan seluruhnya, sedangkan para penduduknya lebih memilih tinggal di perkotaan dan kawasan padat penduduk, misalnya pulau Jawa yang menawarkan banyak peluang pekerjaan.
Mungkin karena itu juga, lahan kosong tersisa di Indonesia masih tergolong tinggi. Diantaranya luas lahan baku sawah seluas 7,4 juta hektar, serta 3,34 juta hektar berupa rawa yang  memiliki nilai potensial untuk digarap.  ( sumber : https ://databoks.katadata.co.id  )

Dengan alasan itu juga, sehingga Kementerian Pertanian menggencarkan kampanye besar-besaran untuk menggandeng para kaum muda untuk tak merasa malu menjadi petani, mengembalikan nama Indonesia yang dulu terkenal sebagai negara agraris.

Tak tanggung-tanggung, Kementerian Pertanian baru-baru ini meluncurkan 3 program strategis sebagai upaya peningkatan kesejahteraan petani, diantaranya :

1. Penyediaan layanan Kredit Usaha Rakyat ( KUR ), meliputi penyediaan kredit dengan bunga murah, diantaranya penyediaan anggaran sebesar 50 trilyun rupiah dari total plafon anggaran sebelumnya sebesar 190 trilyun rupiah.

2. Program Gerakan Tiga Kali Ekspor ( GRATIEKS ), artinya dengan mengajak semua pelaku usaha bidang pertanian serta seluruh pemegang kepentingan pembangunan untuk beralih dari yang sebelumnya melakukan " on farm " ( melakukan usaha-usaha pertanian  seperti menyemai benih, mengawinkan ternak hingga memberi pakan ternak bagi peternak, dsb beralih menjadi petani " off farm " ( melakukan komersialisasi hasil pertanian, misalnya sebagai pedagang hasil pertanian maupun sebagai pengepul ).

3. Pembentukan Komando Strategi Pembangunan Pertanian ( Kostra Tani ), dibentuk di setiap kecamatan, yang bertugas untuk memberikan penyuluhan dan pembinaan dalam bidang pertanian.

Langkah-langkah ini dimaksudkan untuk menjadikan para pemuda Indonesia sebagai petani yang profesional dan independen, artinya petani yang bukan hanya semata-mata bekerja di sawah berlumpur saja ataupun sebagai pekerja kasar perkebunan saja.
Petani model ini bekerja dengan menyatukan sistem bertani dengan cara modern, dengan menggunakan teknologi sebagai penunjang, yang dilengkapi dengan ilmu dan manajemen yang baik dalam bidang pertanian.

Petani modern ini juga bisa dikategorikan sebagai petani yang berani melakukan eksperimen ataupun inovasi baru untuk pembangunan pertanian. Misalnya dengan penemuan pertanian hidroponik, intensifikasi serta ekstensifikasi pertanian.

Ada beberapa hal yang bisa dikategorikan intensifikasi serta ekstensifikasi pertanian. Diantaranya untuk intensifikasi pertanian yaitu, pemilihan bibit, pengolahan tanah serta penyemaian benih, pemupukan, pemusnahan hama, dan lain-lain.
Sedangkan ekstensifikasi pertanian yaitu perluasan areal pertanian ke daerah ataupun lahan yang sebelumnya belum dimanfaatkan manusia, misalnya rawa yang berpotensial dijadikan lahan pertanian, lahan gambut ataupun padang rumput yang belum tergarap.

Sehingga ke depannya diharapkan dengan adanya sumber daya manusia yang kompeten, serta ditunjang dengan pengetahuan yang mumpuni tentang dunia pertanian, diharapkan dapat menciptakan sebuah "agroindustri " di seluruh sektor pertanian.

Karena agroindustri sendiri adalah kegiatan memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku yang diubah menjadi barang konsumtif maupun bahan baku industri lain yang diproduksi dengan alat maupun sistem industri.

Barulah kemudian, peran pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian yang berperan membantu serta mengawasi  proses pelaksanaannya, berdasarkan kepada  ketiga program strategis yang telah disebutkan diatas.

Di antaranya dengan  penyediaan kredit dengan bunga murah, melakukan pelatihan terhadap pelaku usaha pertanian, penyediaan alat penunjang pertanian serta kemudahan dalam proses jual beli hasil pertanian di pasaran.

Untuk yang terakhir adalah perlindungan terhadap pelaku usaha agroindustri tanah air dalam persaingan dengan pelaku usaha asing beserta produk asing yang pastinya akan menjadi hal yang tak bisa dipisahkan dalam perdagangan global.

Dengan sistem agroindustri ini sedikit demi sedikit bisa merubah pertanian Indonesia menjadi lebih baik, serta dapat mencetak petani-petani yang kompeten di bidang pertanian.

Program intensifikasi serta ekstensifikasi pertanian ini juga telah mulai dilakukan di kawasan-kawasan di Indonesia yang mempunyai lahan luas yang belum terjamah sebelumnya, misalnya di provinsi Kalimantan Tengah.

Kedua program tersebut bisa dijadikan sebagai penunjang agroindustri, selama itu bisa meningkatkan hasil pertanian dalam pelaksanaannya. Sedangkan untuk masa mendatang, agroindustri ini diharapkan mampu membawa pertanian Indonesia menjadi lebih baik lagi.

Karena dengan sektor pertanian yang baik, maka kesehahteraan petani juga akan meningkat dengan sendirinya. Apalagi jika dengan agroindustri ini, petani kita bisa terus berinovasi serta bereksperimen menciptakan produk-produk pertanian yang baru serta berkualitas.

Semoga saja ke depannya, agroindustri bisa diterapkan di seluruh kalangan petani di Indonesia. Dengan peran dan dukungan pemerintah, sepertinya petani Indonesia mampu bersaing dengan petani-petani luar dalam hal peningkatan mutu serta kualitas hasil pertanian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun