Mohon tunggu...
Lia Pram
Lia Pram Mohon Tunggu... Freelancer - a writer

"Just life, we're still good without luck. Even if you lose your way, keep taking light steps that make a click clacking sound. Take your time. There's no right, honestly perhaps everyone wants to cry. Maybe they get angry because they don't want to get sad." –Lee Jieun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengapa Pernikahan Seharusnya (Boleh) Menjadi Hal yang Privat

14 Januari 2020   12:07 Diperbarui: 15 Januari 2020   01:00 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pixabay.com

Pernikahan itu hal yang sakral,” lanjutnya. “Aku enggak mau direpotkan dengan memikirkan harus mengundang siapa, kateringnya apa aja, bajunya gimana, susunan acaranya, apalagi sampai kepikiran untuk balas budi dengan sejumlah ‘uang sumbangan’ dari tamu-tamu yang datang.”

Mendengar jawabannya, aku berusaha menepis, “Tapi, kan, orang-orang perlu tahu kalau kamu udah nikah.”

“Buat apa? Buat status sosial? Pernikahan itu hal yang sakral, bukan sebatas selebrasi atau woro-woro ke orang banyak kalau kita udah nikah. Kan yang menjalani nantinya kamu dan pasanganmu."

Lalu ia melanjutkan, "Sebenarnya menurutku cukup keluargamu, keluarga pasangan, dan terkerabat dekat aja yang datang. Soalnya mereka yang sebenarnya betul-betul merayakan. Sisanya cuma peduli soal bakal makan apa hari itu di kondangan atau justru malah muter otak harus nyiapin uang berapa sesuai tingkat keakraban atau relasi kamu dan si tamu undangan.”

“Tapi kalau orangtuamu melarang gimana? Orangtua, kan, biasanya pengin dirayakan.”

“Nah, itu dia,” katanya sambil beberapa kali mengacungkan telunjuknya padaku. “Kalau di Indonesia, pernikahan itu justru jadi acaranya orangtua, bukan pengantinnya. Lihat aja tamu-tamunya, pasti kebanyakan yang datang tamu-tamu orangtuanya toh?”

“Jadi, salah kalau pernikahan itu acaranya orangtua?”

“Ya, enggak gitu juga,” jawabnya.

“Cuma, kan, memang momen menikahkan anak adalah salah satu momen kebanggaan. Rasanya semacam ada kesuksesan tersendiri bagi orangtua karena bisa mengantarkan mereka sampai jenjang pernikahan, soalnya itu berarti tanggung jawab mereka juga udah selesai. Saking bangganya karena bisa menikahkan anak mereka, enggak ada salahnya, dong, kasih tau ke publik kalau anak-anak mereka menikah? Kan itu bikin mereka bahagia juga.”

“Terus kamu enggak mau bikin orangtuamu bahagia?”

“Ya enggak gitu juga keleus,” tepisnya. “Kan tadi aku bilang di awal kalau pernikahan itu momen sakral. Saking sakralnya buatku pribadi, aku enggak mau kebanyakan orang yang datang. Aku pengin acaranya jadi lebih intim, lebih kekeluargaan, lebih privat. Cukup dari kalangan keluarga yang datang, orang luar enggak usah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun