Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Beauty Artikel Utama

Merawat Lebih Baik daripada Membeli

28 November 2020   16:15 Diperbarui: 30 November 2020   04:12 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita mencatat negara-negara berkembang seperti Indonesia, Nepal, dan Bangladesh menjadi lokasi pembuatan baju-baju dengan harga murah tersebut karena biaya tenaga kerja, pada umumnya perempuan yang rendah. 

Waktu berjalan, mode dan tren berputar mengikuti musim, baik mingguan sampai bulanan. Artinya produk fesyen cepat berputar. Untuk itulah tren fast fesyen yang cepat berganti dan dengan kualitas rendah dan harga rendah menjadi tren.

Telegraph.co.uk
Telegraph.co.uk
Di antara generasi muda, sebut saja generasi Z yang lahir antara 1995 dan 2010, pandangan tentang baju bekas merupakan fenomena menarik. Generasi ini punya sentimen positif tentang upaya mengurangi dampak perubahan iklim, dan prihatin pada begitu banyaknya informasi terkait upag tenaga kerja fesyen yang begitu rendah, yang bekerja dalam jam kerja panjang, dan minimnya perlindungan. 

Terutama ketika terjadi ambruknya pabrik garmen di Rana Plaza di Dhaka Bangladesh di 2013 yang menjebak 3000 orang dan setidaknya 500 orang meninggal dan sebanyak 149 orang masih belum ditemukan.

Sejak itulah persoalan etika dalam perdagangan garmen bermunculan. Beberapa merek dunia seperti H&M dan GAP pun mulai membuka diri untuk meningkatkan transparansi proses produksi dan rantai nilai. 

Isu perubahan iklim juga menjadi isu besar di kalangan orang muda. Laporan McKinsey mencatat dalam "The State of Fashion 2019" menuliskan tentang kepedulian mayoritas generasi muda, yaitu 9 di antara 10 yang disurvei peduli pada isu lingkungan dan sosial. Fesyen berkelanjutan menjadi makin ramai dibicarakan. 

Memang, persoalan harga yang cenderung lebih tinggi membuat kelompok muda mencari alternatif lain. Salah satunya melalui pembelian baju bekas. Generasi Z yang memiliki kecenderungan untuk menonjolkan identitas individual membuat mereka dekat dengan baju bekas.

Murid sekolah banyak yang membeli sepatu sekolah sneakers dengan alasan banyak barang yang nyaris baru beredar di toko-toko bareng second hand. Sepatu-sepatu itu bermerek dan berharga mahal ketika baru. Adanya toko barang bekas meringankan kelompok muda yang tetap ingin ngetren atau juga hendak mengenakan baju-baju vintage.

Sementara itu, secara bersamaan, konektivitas dan penggunaan internet dan pemasaran digital menjadikan penjual produk fesyen terus meningkat. Keinginan masyarakat untuk terus trendi, berganti model dan tren dengan cepat, mengikuti perubahan model yang diperkenalkan produk dunia seperti H&M dan Zara makin deras. Instagram dan Youtube mempercepatnya.

Fesyen Berkelanjutan dan Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 luar biasa dalam membolak-balikkan dan memporak-porandakan situasi dan tatanan kehidupan kita semua. Bukan hanya soal situasi sistem kesehatan, sosial ekonomi, dan pendidikan yang terguncang. Begitu pun pola hidup dan pola belanja kita bergeser. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun