Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama FEATURED

Gerakan Anti Korupsi dan Transparansi di Indonesia: Benarkah Melemah?

4 Juni 2020   06:00 Diperbarui: 9 Desember 2021   07:08 1265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gerakan Anti Korupsi (sumber : ANTARAFOTO)

Jenis penyelidikan yang dihentikan pada 2020 cukup beragam, yaitu terkait dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, dan DPR/D.


Kinerja KPK pun mendapatkan banyak sorotan karena bertambahnya buronan tersangka kasus dugaan korupsi. ICW sempat menyindir KPK menjadi lembaga pembebas koruptor. Ini karena setidaknya terdapat lima tersangka dalam berbagai kasus dugaan korupsi sudah masuk sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO).

Memang, Pimpinan KPK yang baru pernah mengatakan bahwa KPK semestinya lebih berfokus pada pencegahan melalui pendidikan anti-korupsi tinimbang penanganan kasus, tetapi ini tentu bukan berarti kinerja di banyak lini harus alami penurunan.

Memang pada awal Mei 2020 KPK menggelar diskusi publik untuk membahas isu korupsi di sektor Sumber Daya Alam (SDA). Pada diskusi tersebut Direktur Penelitian KPK mempresentasikan berbagai upaya KPK sejak 2009 KPK dalam menangani 27 kasus korupsi SDA.

Sayangnya tidak disebutkan apa rencana KPK ke depan terkait kerja untuk mencegah korupsi di bidang SDA ini. Juga saya tidak menemukan di media tentang diskusi terkait disahkannya Undang-undang Minerba yang tidak memasukkan aspek korupsi SDA pada diskusi publik yang diselenggarakan KPK itu. 

Selain mengupayakan penegakan hukum yang berdampak terhadap pemulihan dan perlindungan lingkungan hidup, KPK juga terus mengupayakan transparansi dan partisipasi publik sebagai prasyarat utama pengelolaan SDA. Ini seharusnya menjadi hal penting untuk didiskusikan lebih terbuka, khususnya pada situasi pandemi COVID-19 yang membatasi gerak masyarakat sipil. 

Dalam hal tanggap COVID-19, KPK  melucurkan fitur JAGA Bansos dalam bentuk aplikasi JAGA yang mengajak partisipasi masyarakat untuk mengawasi dan melaporkan menyaluran bansos dalam tanggap COVID-19. 

Prosesnya adalah masyarakat melaporkan ke KPK melalui aplikasi JAGA lalu laporan terkait penyelewengan Bansos yang diterima KPK akan diteruskan kepada pemda terkait. 

Tidak ada informasi terkait peran KPK dalam pengelolaan aplikasi ini. Apakah KPK akan menganalisa dan memeriksanya atau menyerahkan langsung kepada pemerintah daerah. Sayangnya, mekanisme ini tampaknya belum dikenal luas. Mungkinkah karena saluran yang dibuat KPK ini tidak terlalu efektif?

Pada masa pandemi COVID-19, KPK menyampaikan titik titik rawan korupsi pada tanggap COVID-19. Sayang sekali KPK hanya menyebutkan jaring Pengaman Sosial, di mana bansos terdiri dari Rp 110 triliun. 

Padahal, pengadaan berbagai barang dan peralatan kesehatan untuk tanggap pandemi COVID-19 yang memerlukan kecepatan juga rentan korupsi dan penyelewengan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun