Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Suku-suku Baru di Masyarakat Sipil dan Sumpah Pemuda

28 Oktober 2019   20:40 Diperbarui: 29 Oktober 2019   07:47 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrsi Polarisasi (Foto :CCO Public Domain)

Saya kuatir ini memang terjadi. Coba cek unggahan yang ada di FB kita dan kawan kita. 

Ingat tulisan George Orwel yang ditulis dalam "the Animal Farm" soal 'binatang berkaki empat yang lebih setara dibanding binatang kaki empat yang lain"? Itu memang ada pada konteks pasca Perang Dunia kedua dan perang dingin, namun saya kuatir ini relevan dengan kita.

By 'nationalism' I mean first of all the habit of assuming that human beings can be classified like insects and that whole blocks of millions or tens of millions of people can be confidently labelled 'good' or 'bad'. But secondly -- and this is much more important -- I mean the habit of identifying oneself with a single nation or other unit, placing it beyond good and evil and recognizing no other duty than that of advancing its interests (Nationalism Notes, George Orwell). 

Ada kesan, terdapat beberapa kerumunan dan bicara soal berbagai isu terkait atribut yang didukungnya. Juga, sekelompok kerumunan merasa sebagai kelompok dengan DNA 'paling demokratis' dan 'paling reformis',  walau terdapat tanda tanda mereka justru yang mendukung proses yang tidak demokratis. Contoh dukungan banyak suku di masyarakat sipil pada perombakan UU KPK adalah salah satu yang kasat mata. Alasan demi NKRI yang dipakai sering "lebay". 

Msyarakat sipil menjadi sibuk mengeluarkan pernyataan pernyataan untuk menunjukkan loyalitas pada atribut tertentu melalui sosial media, namun mereka tak sempat melakukan analisis mendalam berdasar prinsip 'civilized society'. 

Apakah kita masih bisa disebut masyarakat sipil yang bersatu untuk bekerja dalam proses demokratisasi? Kita hadi ragu.

Perpecahan bukan lagi atas dasar suku bangsa, walaupun isu rasial mungkin masih ada dalam situasi Indonesia. 

Persoalan kesenjangan ekonomi dan sosial menjadikan isu rasial dan perpecahan subur. Ini ditambah dengan iklim politik yang tidak sehat. Perjuangan pada HAM dan penegakan hukumpun seakan dilupakan. Ini seharusnya menjadi dasar pembelaan masyarakat sipil.

NKRI penting sekali, dan seharusnya terintegrasi dalam prinsip prinsip demokrasi. Namun, kesatuan dan NKRI yang mana yang kita bela, bila kita sebagai masyarakat sipil membiarkan dipecah belah oleh politik para pemegang kuasa yang memporak porandakan demokrasi kita?

Ketika kita tidak lagi memilki "kami versus mereka" dan telah menjadi 'mereka adalah kita', seperti kasus masuknya Prabowo ke kabinet, adakah yang masih kurang? Mengapa kita masih terbelah?

Siapa yang terus perjuangkan kasus Munir? Novel Baswedan? 

Siapakah yang tetap membela gerakan anti korupsi? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun