Proses ini akhirnya menyebabkan masyarakat sipil terbelah menjadi sepuluh berdasar kepala sukunya, yaitu Hippothoon, Antiochos, Aias, Leos, Erechtheus, Aigeus, Oineus, Akamas, Kekrops, and Pandion. Ini dapat dilihat pada monumen Eponymous Heroes yang dibuat pada abad 4 sebelum masehi.
Dalam perkembangan abad 2000, krisis global menyebabkan masyarakat makin plural. Polarisasi terjadi di Amerika, Perancis, Jerman, Inggris, Itali, Hungaria, Austria, Swedia, Polandia, Brazil, Filipina dan juga Indonesia.
Tren menunjukkan adanya perpecahan yang membentuk kelompok 'kami versus kalian'. Buntunya politik karena munculnya proses pengambilan kebijakan yang tidak rasional sering muncul.
Negara negara demokratik yang telah ada sejak perang dunia mengalami perpecahan, sementara negara negara demokratik yang berdiri sejak pasca perang dingin juga bergeser, membentuk kutub kiri versus kanan, yang kemudian bergeser ke kanan.
Politik identitas dipakai oleh banyak negara dalam proses pemilunya. Perilaku yang mengelompok atas pandangan tertentu makin membentuk suku suku baru itu.Â
Suatu studi yang mencakup Amerika Serikat dan Jerman menunjukkan bahwa suku baru ada karena kepentingan dan pandangan. Ini nampak pada gambar di bawah ini.
Yang mengejutkan, perpecahan itu memporak-porandakan prinsip masyarakat sipil seperti penegakan hukum,anti korupsi, akuntabilitas lembaga, media yang independen, rasa saling percaya dan kuatnya jaringan masyarakat sipil.
Studi itu menunjukkan bahwa 87% masyarakat Amerika Serikat percaya bahwa mereka lebih terpecah. 77% dari mereka bahkan percaya bahwa perbedaan itu begitu besar sehingga tidak bisa diselesaikan (More in Common, 2018).
Namun, terdapat studi lain yang menarik A New Report Offers Insights Into Tribalism in the Age of Trump" yang ditulis oleh George Packer (12 Oktober 2018).Â
Disebutkan bahwa kelahiran suku suku baru di masa kampanye Trump ternyata bukan dalam hal ideologi, partai, kelompok kepercayaan, atau yang yang memperjuangkan politik tertentu.